Bagi Rapor, si Juara Umum dan Juara Semangat



Hari ini pembagian rapor ka Alifya dan Aqeela. So, pagi-pagi jam 8 mama dah sampe sekolah kakak, SDIT Rahmaniyah. Untunglah sekolah kaka dan TKnya Aqeela deketan, jadi ga repot2 bangets. Mama dapat urutan ke-2, setelah mamanya...yah lupa, sapa ya? Yawda skip ajah, sekarang dah giliran mama nih. "Selamat ya mama, Alifya subhanallah cerdas dan semester ini prestasinya baik sekali. Alifya juara umum level 2 mama, peringkat 1 dari seluruh kelas di level 2." Alhamdulillah, pantesan kaka pede banget sering bilang,"ma, kayaknya kaka semester ini juara umum deh". Anyway, insyaAllah Alifya dapat hadiah dan penghargaan tapi akan diserahkan nanti setelah masuk di depan teman-teman, begitu kata bu guru. Jazakillah bu guru Holilah dan Nurhayati, atas kesabaran ibu membimbing kaka. Mudah-mudahan dengan prestasi ini kaka jadi tambah semangat dan rajin sholat yah. Senantiasa ingat dan bersyukur pada Allah yang sudah memberi kecerdasan pada Alifya. Dan teteup, kudu rajin mandi. We love you...

Saatnya ambil rapor Aqeela. Wah, mama penasaran nih sama rapornya Qeela. Maklum, beberapa bulan di sekolah Qeela masih cuek aja. Sibuk sendiri di kelas, pilih-pilih teman (kurang easy going), dan motorik kasar en halusnya kurang cepat terasah. Males2an siy. Malah sempat mogok ga semangat sekolah. Cape, katanya. Sampai2 mama minta di home visit sama bu Rita. Nah, setelah itu alhamdulillah Qeela lebih termotivasi bersekolah. Di kelas pun sudah lebih supel dan sangat ko-operatif. Baru deh keliatan aktifnya. Yaeyalah, asalnya kan emang cerdas dan aktif. So, rapor Aqeela juga memuaskan. Rata-rata 'berkembang sesuai harapan' atau nilainya antara A dan B. Dan Qeela pun dapet juara semangat! We love you...


Mama bangga dengan anak-anak mama. So, semua dapet oleh-oleh jus buah segar. Dan mainan puzzle 3 dimensi menyusun/merakit Dino dan Kastil. Plus buku Ibuku-Ayahku Pahlawanku bilingual. Liburannya nunggu kabar dari papa yaaa. Selesai ambil rapor, mampir dulu ke rumah trus ke kantor deh. Masih ada pe-er Laporan Pencapaian Sasaran Mutu buat Lokakarya Mutu tanggal 30-31 Desember. Hehe maaf ya Koord. lokakarya, kudunya disubmit kemarin nih, badan mama pegel2 semua lembur terus karena sistem akuntansinya belum sesuai keinginan, so...sering ketiduran sampe rumah. Semangat gede tenaga kurang, mana moody lagi. Ono-ono wae, ojo sakarepmu dong Ma (berhadiah senyum bagi yang tau artinya).

Eh, saat mama siap-siap ngerjain pe-er, Papa telpon. Tanya ini-itu tentang rapor anak-anak, trus dengan entengnya bilang," wah, pinter banget ya Kaka mirip banget sama aku ya" Yee kasian deh Papa, matematika aja ga ahli ngaku-ngaku pinter kayak kaka. Kalo soal cerdas mah, tentyu menurun dari mama...narsis dot com bole kan? Tapi biarlah supaya Papa senang, biar tambah semangat menjemput rejeki!




Satu Episode Kehidupan Muslimah Biasa

Ia adalah sesosok muslimah biasa. Jalan hidupnya pun biasa-biasa saja. KeMahaBesaran Allah jua yang menjadikannya senantiasa dilimpahi nikmat dan kemudahan dalam hidupnya. Ia bukanlah muslimah yang pintar, namun lagi-lagi Allah memudahkannya dapat mengecap pendidikan sejak TK hingga Pascasarjana, semuanya di institusi pendidikan yang cukup bergengsi di Indonesia dan lulus dengan tidak mengecewakan. Berbekal pendidikan itu pula ia memperoleh pekerjaan di perusahaan-perusahaan yang cukup besar dalam industri jasa keuangan. Dan sudah pasti karena Rahman-nya Allah setiap pekerjaan ia peroleh dengan cara yang mudah, layaknya keberuntungan saja.

Tak cuma pekerjaan, bahkan ihwal jodoh sang muslimah didapatkan melalui jalan yang sederhana dan tidak rumit. Permintaan ta’aruf, istikhoroh, beberapa pertemuan dikawal tim sukses dari pihak sang muslim yang berlanjut khitbah dan walimatul ’ursyi. Mengingati perjalanan jodoh tersebut laiknya kisah dalam sinetron saja yang dilalui muslimah ini. Ah, andai ia diberi kesempatan dan kemampuan, mungkin akan dituangkannya dalam bentuk cerpen cinta berbingkai keindahan cinta-Nya. Seorang suami yang hanif insyaAllah cocok untuk menjadi imam yang setia pula menjadi teman belajar dalam menata keluarga samara. Amiin Allahumma amiin, demikian muslimah mengaminkan kalimat diatas. Kisah muslimah dengan sang imam kemudian adalah kisah luarbiasa seiring turunnya karunia dan amanah kunci surga berupa bidadari-bidadari yang dikirim bagi mereka dari taman surga.

Dengan limpahan nikmat yang dikaruniakan Allah padanya, ia merasa syukurnya belum seberapa. Masih banyak yang harus ditunaikan untuk mensyukuri segala nikmat tersebut. Selama ini baru sebatas syukur jangka pendek yang diwujudkannya. Jauh dilubuk hati muslimah biasa terbetik keinginan untuk mewujudkan syukur jangka panjang, sepanjang hayat di kandung badan. Namun tak seorang manusia pun yang tahu panjang pendek sisa umurnya bukan? Sehingga muslimah memaknainya sebagai syukur yang kontinyu, tanpa lelah dan pamrih, karena Sang Maha Kaya dan Perkasa pun tak pernah pamrih akan kasih-Nya.

Kiranya bentuk syukur sederhana terurai berikut yang menjadi pengharapan sang muslimah. Karena sadar bahwa kapasitas keilmuan dunia apalagi akhiratnya bukanlah apa-apa jika Yang Maha Pemberi Ilmu tidak mengijinkannya mengetahui melainkan sedikit, maka yang bukan apa-apa itulah yang akan dibagikannya secara cuma-cuma kepada sesiapa yang memerlukan. Selain itu, rupanya kekaguman sang muslimah kepada Ummul Mukminin Khadijah al Kubra, membuatnya berharap ia dapat meniti jalan yang sama yang dilalui beliau. Kenangan terindah, itulah Khadijah, sebagaimana sabda suaminya tercinta, Rasulullah:....Ia beriman padaku ketika semua manusia ingkar. Ia membenarkanku ketika seluruh manusia mendustakan. Ia membantuku dengan hartanya ketika semua manusia menahan harta mereka...” (HR Ahmad).

Betapa ingin sang muslimah menjadi kenangan terindah disisi keluarganya bahkan teman dan siapa pun yang mengenalnya. Terbayang seandainya ia dapat berbagi apa yang diamanahkan padanya saat ini, ilmu-harta-tenaga-waktu tanpa berkalkulasi konsekuensinya. Ilmu tentu takkan habis meski dibagi-bagi kepada sebanyak-banyak manusia, dan ilmu harus tetap dipelajari karena sesungguhnya sebanyak-banyak ilmu yang diketahui manusia hanya sedikit. Muslimah berandai ia berani mengambil tantangan menyemai majelis-majelis dzikir dan ilmu, mengkaji ayat-ayat qauniyah dan qauliyah bersama sesama manusia disekitarnya.

Dan bersedekah, muslimah yakin sedekah akan melunturkan dosa dan khilaf yang diperbuatnya sebagai anak, istri, ibu dan manusia biasa. Muslimah biasa tidak memungkiri bahwa dunia ibarat air laut, hanya menambah dahaga. Sementara membagikan nikmat kepada yang lebih berhak ibarat memberi seteguk air pelepas dahaga bagi musafir, pastilah menimbulkan efek balik kenikmatan yang lebih. Dan bukanlah efek balik yang diharapkan sang muslimah, insyaAllah, menjumpai prosesnya saja adalah sebuah nikmat dan pencapaian yang besar atas pengharapannya.

Terkesan akan kecintaan Rasulullah pada anak yatim dan dhuafa, sang muslimah pun menginginkan yatim dan dhuafa sebagai karibnya. Alangkah damainya jika yatim dan dhuafa memiliki saudara bercerita dan berempati sehingga dunia menjadi ladang garapan bersama yang siap ditanami bibit amal saleh dan ibadah sebagai bekal akhirat kita sebagai manusia, demikian asa muslimah biasa. Dan hari-hari muslimah biasa selanjutnya adalah usaha dan do’a, agar Allah Penguasa Semesta meridhoi saat hidup dan matinya.

Shaf

Tengah kudirikan raka’at demi raka’at yang kian hari
terasa menghampa
ketika gerimis itu menderas
hati tersiram basah hidayah-Mu,
terdesak kerinduan akan cinta-Mu

Duhai, Zat yang Maha
Jangan biarkan hamba menjadi
sebutir garam
di samudera kehidupan
Tak berarti apa-apa

Entah gundah apalagi yang kan menjumpa esok
Masih tangan ini berusaha menyusun
Shaf demi shaf
memperjuangkan sebuah jalan
sementara anak sungai
membelah pipi
menyapu kotoran hati
Seijin-Mu ya Al Ghoffar
terpacu selaraskan getaran hati
dengan melodi tasbih jagad raya

Tertatih menapaki jalan mendaki
nuju singgasana benderang-Mu
saat mengata, melihat, mendengar, mencium dan
merasa
keMaha-an-Mu.

Jakarta, 1995. Catatan saku seorang mhs feui.

Selamat Hari Ibu, I Love You All SuperMoms


Pinjam gbr. dari www.omahaballoon.com

Pembagian yang Diberkati

Seorang sahabat yang mulia, Abu Qallabah Ra berkisah:

Ketika aku sedang berjalan, tiba-tiba aku melihat awan berarak-arak di langit menuju suatu tempat. Lalu aku seperti mendengar suara yang memerintahan awan-awan itu: ”Siramkan airmu ke ladang si Fulan!” Aku begitu penasaran dengan peristiwa tersebut, maka kuikuti terus kemana awan itu berarak. Setelah sampai di ladang si Fulan, awan-awan tersebut menumpahkan air hujan seluruhnya ke ladang itu. Sesudah hujan lebat usai, aku berusaha menemui pemilik ladang itu dan bertanya,”Wahai saudaraku, apa yang telah Anda lakukan selama ini sehingga ladang Anda begini subur karena sepertinya sering disirami air hujan?”

Lelaki itu menjawab kepadaku dengan tawadhu,”Ya sahabat, yang kulakukan selama ini hanyalah, bila aku diberi karunia oleh Allah Ta’ala, aku selalu membagi hasil panenannya menjadi tiga bagian. Satu bagian untuk para fakir miskin, satu bagian untuk diri dan keluargaku, dan satu bagian lagi kupakai untuk membeli bibit untuk ditanam kembali.”

Sumber: Aniesul Mukminin, Shafwak Sa’dallah al Mukhtar

Enam Pertanyaan

Suatu hari Seorang Guru berkumpul dengan murid-muridnya. ..
Lalu beliau mengajukan enam pertanyaan.. ..

Pertama...
"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini....???"
Murid-muridnya ada yang menjawab.... "orang tua", "guru", "teman", dan "kerabatnya" ..
Sang Guru menjelaskan semua jawaban itu benar...
Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "
kematian".. ...
Sebab kematian adalah PASTI adanya....

Lalu Sang Guru meneruskan pertanyaan kedua...
"Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini...???"
Murid-muridnya ada yang menjawab..." negara Cina", "bulan", "matahari", dan "bintang-bintang"
Lalu Sang Guru menjelaskan bahwa semua jawaban yang diberikan adalah benar...
Tapi yang paling benar adalah "masa lalu"...
Siapa pun kita... bagaimana pun kita...dan betapa kayanya kita...

tetap kita TIDAK bisa kembali ke masa lalu...
Sebab itu kita harus menjaga hari ini... dan hari-hari yang akan datang..

Sang Guru meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga....
"Apa yang paling besar di dunia ini...???"
Murid-muridnya ada yang menjawab"gunung" , "bumi", dan "matahari".. ..
Semua jawaban itu benar kata Sang Guru ...
Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "
nafsu"...
Banyak manusia menjadi celaka karena memperturutkan hawa nafsunya...
Segala cara dihalalkan demi mewujudkan impian nafsu duniawi ...
Karena itu, kita harus hati-hati dengan hawa nafsu ini... jangan sampai nafsu membawa kita

ke neraka (atau kesengsaraan dunia dan akhirat)...

Pertanyaan keempat adalah...
"Apa yang paling berat di dunia ini...???"
Di antara muridnya ada yang menjawab..." baja", "besi", dan "gajah"...
"Semua jawaban hampir benar...", kata Sang Guru ..

tapi yang paling berat adalah "memegang amanah"...

Pertanyaan yang kelima adalah
... "Apa yang paling ringan di dunia ini...???"
Ada yang menjawab "kapas", "angin", "debu", dan "daun-daunan" ...
"Semua itu benar...", kata Sang Guru...
tapi yang paling ringan di dunia ini adalah "
meninggalkan ibadah"...

Lalu pertanyaan keenam adalah...
"Apakah yang paling tajam di dunia ini...???"
Murid-muridnya menjawab dengan serentak... "PEDANG...!! !"
"(hampir) Benar...", kata Sang Guru
tetapi yang paling tajam adalah "
lidah manusia"...
Karena melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati... dan
melukai perasaan saudaranya sendiri...

Sudahkah kita menjadi insan yang selalu ingat akan KEMATIAN...
senantiasa belajar dari MASA LALU...
dan tidak memperturutkan NAFSU...???
Sudahkah kita mampu MENGEMBAN AMANAH sekecil apapun...
dengan tidak MENINGGALKAN IBADAH....
serta senantiasa MENJAGA LIDAH kita...???

sumber: anonim

Parade Gambar Karya Alifya

Tet tretetet treteteeeet.....saksikan parade gambar karya kak Alifya...berhubung kaka baru slese Formatif, jadi belon sempet menceritakan historis karyanya. Lagian yang ini masih amatir banget karena baru bisa pake 'Paint' padahal kaka dah minta ajarin Photoshop (yee mama juga belom bisa Photoshop, nunggu Mama kursus komputer dulu yah Ka)



Ini gambar Putri hujan salju dan Rumahku


Yang ini Balet dan Hotel Alifya (amiin)

Masih banyak lagi sih gambar kaka tapi Ma belum copy lagi...

Cerita Perjalanan Mudik ke Lubuklinggau (1)

Wow, hampir sebulan nih mama absen nulis disini. Kemane aje bu? Heheh, keasyikan mudik ya. Maaf lahir batin dan met idul fitri 1429 H buat semua teman blogger ya, kan masih bulan Syawal nih. Kami sekeluarga emang mudik ke Lubuklinggau sejak tanggal 23 September sampai dengan 11 Oktober. Nongol di Depok pas Subuh, tanggal 13 Oktober. Mudik kali ini seru banget, karena bener-bener jalan darat PP (Pulang Pergi), ga pake Pesawat ke Palembang atw Bengkulu. Temanya sih sekalian bawa mobil pesanan Mamang dan penghematan (irit Bo’).

Hari ke-1 (23 September 2008)

Jam 06.30 WUID (Waktu UI Depok, heheh cinta almamater) pamitan sama Bapak yang ga ikut ke Linggau (alhamduliLlah3x Mbah Putri/Mamah ikut) sekaligus cium tangan dan maaf-an lahir batin dan mohon do’a restu (qta-kan ga ketemuan pas Lebaran). Trus tak lupa say goodbye ke tetangga sebelah yang mudik belakangan. Setelah itu take off deh. Bismillaahirrohmaanirrohiim...dilanjutkan do’a perjalanan by kaka Alifya diikuti adek2 centil.

Niatnya emang jalan santai...menikmati pemandangan. Sampai tol Ciujung keluar sebentar untuk nganter mbaknya Aqeela pulang. Trus lanjut perjalanan....jam 10.15 WIB sampe deh di Pelabuhan Merak. Beruntung, kapalnya 10 menit lagi berangkat dan qta masih kebagian tempat di dak atas, alhamduliLlah.

Kurang lebih 2 jam di kapal, dah sampe Bakaheuni. Ga pake istirahat lunch dong karena kami, termasuk kaka, msh berpuasa (Qeela & Yesha maem di mobil ajah).

Baru keluar pelabuhan dah terpampang baliho penunjuk Jalur alternatif lintas pantai timur Lampung. So, Papa memutuskan untuk lewat jalur lintas timur karena katanya jalannya baru jadi msh bagus. Berhenti di Pom bensin, isi bensin, sholat, lanjuuuut. Ternyata bener loh, jalannya mulus kayak highway dan pemandangannya bagus. Kayak di filem2 yah (komentar Papa ttg pemandangan yg qta liat). Sayang ga bawa digicam jadi ga bisa foto2 (males pake foto kamera).

Jam 18.00 WIB, dah lewat adzan Maghrib nih Pa, cari RM dong buat buka puasa dan istirahat. Sayangnya, masuk ke ....aduh Mama lupa nama daerahnya, ga banyak RM yang bagus. Alhasil, isi bensin sebentar trus sholat trus jalan lagi. Jam 22-an qta baru ketemu RM Pagi Sore, buka puasa beneran deh. Kasian mbah putri dah lemes belon ketemu teh manis anget sejak bedug Maghrib. Papa dah beberapa kali ngantuk selama perjalanan dan qta beberapa kali berenti sejenak demi membuang kantuk dan ngelurusin kaki. alhamduliLlah anak-anak ga rewel dan anteng2 aja (karena laper dan lemes kali ya?). Sepanjang perjalanan Mama ngantuk terus2n tapi ga bisa tidur takut Papa ngantuk gada yg ngawasin (cie...kayak copilot ajah). Akan tetapi...kantuk yang tak tertahankan setelah makan berat mengakibatkan Mama tertidur...mungkin jam 23-an kali ya ketidurannya pokoke jam 24-an pas Mama terbangun, qta dah sampe dusunnya Papa (Tebing Gerinting) dan qta mampir drmh panggung yang ditunggu Mang Wik. Mang Wiknya dang tidok (yaiyalah jam 12 malem gitu loh) so Papa ketok2 (gedor2) pintu. Dibukain, tapi ga langsung numpang tidur malah Papa kelamaan prolog alias ngobrol...begitu mo tidur, datanglah Qeela dan Alifya (yg seger banget krn baru melek) main ketok2 lantai rumah panggung yang berbunyi ’duk-duk-duk’ trus ketawa2 (maklum jarang ketemu rmh model gini di kampung Depok). Akhirnya, krn ga bisa tidur jg yo wes lah jalan lagi...toh dah dekat Palembang . Jam 02.30 dinihari qta ternyata dah sampe Palembang. Huaaaah (bangun tidur, riep2) ’dah sampe Palembang ya Pa?’ Oo kasian deh Papa nyetir sendirian melawan kantuk karena keneknya ketiduran. Sebentar kemudian, sampai dirumah dek Eni. Heheh dah deket sahur nih. Abis sahur langsung tiduuur.

Hari ke-2 (24 September 2008)

Jam 10.00 Waktu Palembang, qta jalan-jalan dulu seputar kota Palembang yang puanas tenan. Kalo bukan bulan Ramadhan dah ngetem di warung es nih. Hebatnya, kaka Alifya teteup puasa loh. Meski saat qta ngadem di Mall adek2nya pesen makan pempek dan es teler kaka tetap bergeming. Wah, asyiik kaka dan adek2 dibeliin baju lebaran dan sepatu oleh om Heri dan tante Reni. Koq Mama ga sekalian dibeliin yah padahal Mama pengen beli up2date yang sekonyong2 ketemu di mall ini. Huhu ternyata harganya sesuai ma ’rupa’ so sementara ini ditahan dulu blanjanya...lebih baik disedekahin mumpung Ramadhan.

Jam 13-an mampir ke mas Hardi, tmn PKS Papa pas Pilkada Walikota Lubuklinggau, buat nyetak oneway vision untuk mobil Timor dan Kijang (kampanye caleg). Setelah semua urusan selesai, pulang deh.

Hari ke-3 (25 September 2008)

Dirumah dek Eni ajah seharian nunggu cetakan oneway vision kelar. Mamah dah ga sabar mo ngelanjutin perjalanan. Kan qta mudiknya ke Lubuklinggau, bukan di Palembang...sabar ya mbah Putri :)

Hari ke-4 (26 September 2008)

Jam 08.00 mas Hardi dateng nganter cetakan. Jam 08.30 berangkatlah kami menuju Lubuklinggau. Masih dengan gaya jalan nyante dan alhamdulillah tiada halangan dan rintangan, sampailah kami di kota Lubuklinggau sekitar jam 15.00 disambut rintik gerimis. Bersalam2an dan berpelukan dengan mamah Rodiah (nyai Mama) dan yai Papa, kemudian kami istirahat dong...sambil bongkar muatan. Anak2 sih gada capeknya langsung main deh.

Hari ke-5 sampai dengan ke-8 (27-30 September 2008)

Rutinitas biasa: Mbah putri dan Mama repot belanja, Mbah putri repot memasaknya, Mama repot nyuci dan nimba (heheh latihan otot lengan nih, beneran nimba loh soale air PDAMnya kurang deres mengalir), untunglah ga pake repot nyetrika,...ampun kalo yang ini nyerah deh, ga tahan panasnya itu loh...gerahhh. Urusan setrika thanx God ada bibi, yang dateng2 kecipratan rejeki dapet THR dari Mama. THR apa upah setrika? Hehehe...bisa aja si Mama. Papa repot konsolidasi sama tim suksesnya. Yah insyaAllah kalo memang terbaik buat rakyat dan keluarga qta ya okelah gpp Papa jadi pelayan rakyat. Anak-anak rutinitasnya tiada lain bermain-main, menyenangkan hati MaPa dan tak lupa dengan ke’lincah’annya (bukan nakal loh, kata Papa wanti2) menguji kesabaran MaPa sebagai ortu yang ’bandel’.

Hari ke-9 (1 Oktober 2008 bertepatan dengan 1 Syawal 1429 H)

Allaahu Akbar 3x Laa Ilaaha illaLlaahu Allaahu Akbar, Allaahu Akbar wa liLlaahilhamd.....

Subhanallah indah sekali lantunan takbir. ”Ih...koq kalo tiap mendengar alunan suara takbir kakak selalu merasa terharu loh Ma” tutur Alifya. ”Sama...kakak sayang” tukas Mama dalam hati.

Pagi-pagi suasana rumah dah rusuh oleh kesibukan kami bersiap pergi ke Mesjid terdekat untuk sholat Ied. Rintik hujan mengiringi perjalanan kami ke Mesjid. Wah udah dicepet2in tetep aja lebih lambat dari jama’ah lain. Alhamdulillah masih dapat tempat di teras Mesjid.

Pulang sholat kami bermaaf2an dengan keluarga. Mamah (mbah putri), Nyai Mamah, Yai Papa, mohon maaf lahir batin, mohon senantiasa do’akan kami anak2 dan cucu2 kalian yang mengasihi kalian dengan cara yang ’sederhana dan seadanya’. Hanya do’a kami insyaAllah yang sanggup kami ikhlaskan untuk membalas kebaikan, kesabaran, kasih sayang dan kelimpahan lain yang telah kalian berikan bertahun-tahun selamanya buat kami. Hiks...we love you all :)

Zalimnya Pemerintahan Ini

Sepulang dari pengajian rutin beberapa hari lalu, saya berdiri di tepi trotoar daerah Klender. Angkot yang ditunggu belum jua lewat, sedang matahari kian memancar terik. Entah mengapa, kedua mata saya tertarik untuk memperhatikan seorang bapak tua yang tengah termangu di tepi jalan dengan sebuah gerobak kecil yang kosong. Bapak itu duduk di trotoar. Matanya memandang kosong ke arah jalan.

Saya mendekatinya. Kami pun terlibat obrolan ringan. Pak Jumari, demikian namanya, adalah seorang penjual minyak tanah keliling yang biasa menjajakan barang dagangannya di daerah Pondok Kopi, Jakarta Timur. "Tapi kok gerobaknya kosong Pak, mana kaleng-kaleng minyaknya?" tanya saya.

Pak Jumari tersenyum kecut. Sambil menghembuskan nafas panjang-panjang seakan hendak melepas semua beban yang ada di dadanya, lelaki berusia limapuluh dua tahun ini menggeleng. "Gak ada minyaknya."

Bapak empat anak ini bercerita jika dia tengah bingung. Mei depan, katanya, pemerintah akan mencabut subsidi harga minyak tanah. "Saya bingung. saya pasti gak bisa lagi jualan minyak. Saya gak tahu lagi harus jualan apa. modal gak ada.keterampilan gak punya.." Pak Jumari bercerita. Kedua matanya menatap kosong memandang jalanan. Tiba-tiba kedua matanya basah. Dua bulir air segera turun melewati pipinya yang cekung.

"Maaf dik, saya menangis, saya benar-benar bingung. mau makan apa kami kelak.., " ujarnya lagi. Kedua bahunya terguncang menahan tangis. Saya tidak mampu untuk menolongnya dan hanya bisa menghibur dengan kata-kata. Tangan saya mengusap punggungnya. Saya tahu ini tidak mampu mengurangi beban hidupnya.

Pak Jumari bercerita jika anaknya yang paling besar kabur entah ke mana. "Dia kabur dari rumah ketika saya sudah tidak kuat lagi bayar sekolahnya di SMP. Dia mungkin malu. Sampai sekarang saya tidak pernah lagi melihat dia.. Adiknya juga putus sekolah dan sekarang ngamen di jalan. Sedangkan

dua adiknya lagi ikut ibunya ngamen di kereta. Entah sampai kapan kami begini ."

Mendengar penuturannya, kedua mata saya ikut basah.

Pak Jumari mengusap kedua matanya dengan handuk kecil lusuh yang melingkar di leher. "Dik, katanya adik wartawan.. tolong bilang kepada pemerintah kita, kepada bapak-bapak yang duduk di atas sana, keadaan saya dan banyak orang seperti saya ini sungguh-sungguh berat sekarang ini. Saya dan orang-orang seperti saya ini cuma mau hidup sederhana, punya rumah kecil, bisa nyekolahin anak, bisa makan tiap hari, itu saja. " Kedua mata Pak Jumari menatap saya dengan sungguh-sungguh.

"Dik, mungkin orang-orang seperti kami ini lebih baik mati... mungkin kehidupan di sana lebih baik daripada di sini yah..." Pak Jumari menerawang.

Saya tercekat. Tak mampu berkata apa-apa. Saya tidak sampai hati menceritakan keadaan sesungguhnya yang dilakukan oleh para pejabat kita, oleh mereka-mereka yang duduk di atas singgasananya. Saya yakin Pak Jumari juga sudah tahu dan saya hanya mengangguk.

Mereka, orang-orang seperti Pak Jumari itu telah bekerja siang malam membanting tulang memeras keringat, bahkan mungkin jika perlu memeras darah pun mereka mau. Namun kemiskinan tetap melilit kehidupannya. Mereka sangat rajin bekerja, tetapi mereka tetap melarat.

Kontras sekali dengan para pejabat kita yang seenaknya numpang hidup mewah dari hasil merampok uang rakyat. Uang rakyat yang disebut 'anggaran negara' digunakan untuk membeli mobil dinas yang mewah, fasilitas alat komunikasi yang canggih, rumah dinas yang megah, gaji dan honor yang gede-gedean, uang rapat, uang transport, uang makan, akomodasi hotel berbintang nan gemerlap, dan segala macam fasilitas gila lainnya. /Mumpung ada anggaran negara maka sikat sajalah!

Inilah para perampok berdasi dan bersedan mewah, yang seharusnya bekerja untuk mensejahterakan rakyatnya namun malah berkhianat mensejahterakan diri, keluarga, dan kelompoknya sendiri. Inilah para lintah darat yang menghisap dengan serakah keringat, darah, tulang hingga sum-sum rakyatnya sendiri. Mereka sama sekali tidak perduli betapa rakyatnya kian hari kian susah bernafas. Mereka tidak pernah perduli. Betapa zalimnya pemerintahan kita ini!

Subsidi untuk rakyat kecil mereka hilangkan. Tapi subsidi agar para pejabat bisa hidup mewah terus saja berlangsung. Ketika rakyat antri minyak berhari-hari, para pejabat kita enak-enakan keliling dalam mobil mewah yang dibeli dari uang rakyat, menginap berhari-hari di kasur empuk hotel berbintang yang dibiayai dari uang rakyat, dan melancong ke luar negeri berkedok studi banding, juga dari uang rakyat.

Sepanjang jalan, di dalam angkot, hati saya menangis. Bocah-bocah kecil berbaju lusuh bergantian turun naik angkot mengamen. Di perempatan lampu merah, beberapa bocah perempuan berkerudung menengadahkan tangan. Di tepi jalan, poster-poster pilkadal ditempel dengan norak. Perut saya mual dibuatnya.

Setibanya di rumah, saya peluk dan cium anak saya satu-satunya. "Nak, ini nasi bungkus yang engkau minta." Dia makan dengan lahap. Saya tatap dirinya dengan penuh kebahagiaan. Alhamdulillah, saya masih mampu menghidupi keluarga dengan uang halal hasil keringat sendiri, bukan numpang hidup dari fasilitas negara, mengutak-atik anggaran negara yang sesungguhnya uang rakyat, atau bagai lintah yang mengisap kekayaan negara.

Saat malam tiba, wajah Pak Jumari kembali membayang. Saya tidak tahu apakah malam ini dia tidur dengan perut kenyang atau tidak. Saya berdoa agar Allah senantiasa menjaga dan menolong orang-orang seperti Pak Jumari, dan memberi hidayah kepada para pejabat kita yang korup. Mudah-mudahan mereka bisa kembali ke jalan yang benar. Mudah-mudahan mereka bisa kembali paham bahwa jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di mahkamah akhir kelak. Mudah-mudahan mereka masih punya nurani dan mau melihat ke bawah.

Mudah-mudahan mereka bisa lebih sering naik angkot untuk bisa mencium keringat anak-anak negeri ini yang harus bekerja hingga malam demi sesuap nasi, bukan berkeliling kota naik sedan mewah...

Mudah-mudahan mereka lebih sering menemui para dhuafa, bukan menemui konglomerat dan pejabat... Mudah-mudahan mereka lebih sering berkeliling ke wilayah-wilayah kumuh, bukan ke mal...

Sumber: anonim


Kunci Surga


Allah ya Robbi, kuatkan azzam kami
agar tak lupa sujudkan hati
tiap saat nafas masih berhembus
kasihi kami yang kerap alpa
bahkan kadang dustakan nikmat

Allah ya Robbi, tlah Kau titipkan
kunci surga pada kami
tolong kami menjaganya hingga kelak
berjamaah kami menghadap-Mu
tiba di gerbang jannah-Mu

Allah ya Robbi, beri kami rizki
berlimpah lagi berkah
agar kami dapat berbagi syukur
dengan tiap Hamba-Mu yang dhuafa
dengan yatim piatu kecintaan Nabi



11.09.2008





Lentera Jiwa

Banyak yang bertanya mengapa saya mengundurkan diri sebagai pemimpin redaksi Metro TV. Memang sulit bagi saya untuk meyakinkan setiap orang yang bertanya bahwa saya keluar bukan karena ‘pecah kongsi’ dengan Surya Paloh, bukan karena sedang marah atau bukan dalam situasi yang tidak menyenangkan. Mungkin terasa aneh pada posisi yang tinggi, dengan ‘power’ yang luar biasa sebagai pimpinan sebuah stasiun televisi berita, tiba-tiba saya mengundurkan diri.

Dalam perjalanan hidup dan karir, dua kali saya mengambil keputusan sulit. Pertama, ketika saya tamat STM. Saya tidak mengambil peluang beasiswa ke IKIP Padang. Saya lebih memilih untuk melanjutkan ke Sekolah Tinggi Publisistik di Jakarta walau harus menanggung sendiri beban uang kuliah. Kedua, ya itu tadi, ketika saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari Metro TV.

Dalam satu seminar, Rhenald Khasali, penulis buku Change yang saya kagumi, sembari bergurau di depan ratusan hadirin mencoba menganalisa mengapa saya keluar dari Metro TV. ‘’Andy ibarat ikan di dalam kolam. Ikannya terus membesar sehingga kolamnya menjadi kekecilan. Ikan tersebut terpaksa harus mencari kolam yang lebih besar.’’

Saya tidak tahu apakah pandangan Rhenald benar. Tapi, jujur saja, sejak lama saya memang sudah ingin mengundurkan diri dari Metro TV. Persisnya ketika saya membaca sebuah buku kecil berjudul Who Move My Cheese.Bagi Anda yang belum baca, buku ini bercerita tentang dua kurcaci. Mereka hidup dalam sebuah labirin yang sarat dengan keju. Kurcaci yang satu selalu berpikiran suatu hari kelak keju di tempat mereka tinggal akan habis. Karena itu, dia selalu menjaga stamina dan kesadarannya agar jika keju di situ habis, dia dalam kondisi siap mencari keju di tempat lain. Sebaliknya, kurcaci yang kedua, begitu yakin sampai kiamat pun persediaan keju tidak akan pernah habis.

Singkat cerita, suatu hari keju habis. Kurcaci pertama mengajak sahabatnya untuk meninggalkan tempat itu guna mencari keju di tempat lain. Sang sahabat menolak. Dia yakin keju itu hanya ‘dipindahkan’ oleh seseorang dan nanti suatu hari pasti akan dikembalikan. Karena itu tidak perlu mencari keju di tempat lain. Dia sudah merasa nyaman. Maka dia memutuskan menunggu terus di tempat itu sampai suatu hari keju yang hilang akan kembali. Apa yang terjadi, kurcaci itu menunggu dan menunggu sampai kemudian mati kelaparan. Sedangkan kurcaci yang selalu siap tadi sudah menemukan labirin lain yang penuh keju. Bahkan jauh lebih banyak dibandingkan di tempat lama.

Pesan moral buku sederhana itu jelas: jangan sekali-kali kita merasa nyaman di suatu tempat sehingga lupa mengembangkan diri guna menghadapi perubahan dan tantangan yang lebih besar. Mereka yang tidak mau berubah, dan merasa sudah nyaman di suatu posisi, biasanya akan mati digilas waktu.

Setelah membaca buku itu, entah mengapa ada dorongan luar biasa yang menghentak-hentak di dalam dada. Ada gairah yang luar biasa yang mendorong saya untuk keluar dari Metro TV. Keluar dari labirin yang selama ini membuat saya sangat nyaman karena setiap hari ‘keju’ itu sudah tersedia di depan mata. Saya juga ingin mengikuti ‘lentera jiwa’ saya. Memilih arah sesuai panggilan hati. Saya ingin berdiri sendiri.

Maka ketika mendengar sebuah lagu berjudul ‘Lentera Jiwa’ yang dinyanyikan Nugie, hati saya melonjak-lonjak. Selain syair dan pesan yang ingin disampaikan Nugie dalam lagunya itu sesuai dengan kata hati saya, sudah sejak lama saya ingin membagi kerisauan saya kepada banyak orang.

Dalam perjalanan hidup saya, banyak saya jumpai orang-orang yang merasa tidak bahagia dengan pekerjaan mereka. Bahkan seorang kenalan saya, yang sudah menduduki posisi puncak di suatu perusahaan asuransi asing, mengaku tidak bahagia dengan pekerjaannya. Uang dan jabatan ternyata tidak membuatnya bahagia. Dia merasa ‘lentera jiwanya’ ada di ajang pertunjukkan musik. Tetapi dia takut untuk melompat. Takut untuk memulai dari bawah. Dia merasa tidak siap jika kehidupan ekonominya yang sudah mapan berantakan. Maka dia menjalani sisa hidupnya dalam dilema itu. Dia tidak bahagia.

Ketika diminta untuk menjadi pembicara di kampus-kampus, saya juga menemukan banyak mahasiswa yang tidak happy dengan jurusan yang mereka tekuni sekarang. Ada yang mengaku waktu itu belum tahu ingin menjadi apa, ada yang jujur bilang ikut-ikutan pacar (yang belakangan ternyata putus juga) atau ada yang karena solider pada teman. Tetapi yang paling banyak mengaku jurusan yang mereka tekuni sekarang -- dan membuat mereka tidak bahagia -- adalah karena mengikuti keinginan orangtua.

Dalam episode Lentera Jiwa (tayang Jumat 29 dan Minggu 31 Agustus 2008), kita dapat melihat orang-orang yang berani mengambil keputusan besar dalam hidup mereka. Ada Bara Patirajawane, anak diplomat dan lulusan Hubungan Internasional, yang pada satu titik mengambil keputusan drastis untuk berbelok arah dan menekuni dunia masak memasak. Dia memilih menjadi koki. Pekerjaan yang sangat dia sukai dan menghantarkannya sebagai salah satu pemandu acara masak-memasak di televisi dan kini memiliki restoran sendiri. ‘’Saya sangat bahagia dengan apa yang saya kerjakan saat ini,’’ ujarnya. Padahal, orangtuanya menghendaki Bara mengikuti jejak sang ayah sebagai dpilomat.

Juga ada Wahyu Aditya yang sangat bahagia dengan pilihan hatinya untuk menggeluti bidang animasi. Bidang yang menghantarkannya mendapat beasiswa dari British Council. Kini Adit bahkan membuka sekolah animasi. Padahal, ayah dan ibunya lebih menghendaki anak tercinta mereka mengikuti jejak sang ayah sebagai dokter.

Simak juga bagaimana Gde Prama memutuskan meninggalkan posisi puncak sebuah perusahaan jamu dan jabatan komisaris di beberapa perusahaan. Konsultan manajemen dan penulis buku ini memilih tinggal di Bali dan bekerja untuk dirinya sendiri sebagai public speaker.

Pertanyaan yang paling hakiki adalah apa yang kita cari dalam kehidupan yang singkat ini? Semua orang ingin bahagia. Tetapi banyak yang tidak tahu bagaimana cara mencapainya.

Karena itu, beruntunglah mereka yang saat ini bekerja di bidang yang dicintainya. Bidang yang membuat mereka begitu bersemangat, begitu gembira dalam menikmati hidup. ‘’Bagi saya, bekerja itu seperti rekreasi. Gembira terus. Nggak ada capeknya,’’ ujar Yon Koeswoyo, salah satu personal Koes Plus, saat bertemu saya di kantor majalah Rolling Stone. Dalam usianya menjelang 68 tahun, Yon tampak penuh enerji. Dinamis. Tak heran jika malam itu, saat pementasan Earthfest2008, Yon mampu melantunkan sepuluh lagu tanpa henti. Sungguh luar biasa. ‘’Semua karena saya mencintai pekerjaan saya. Musik adalah dunia saya. Cinta saya. Hidup saya,’’ katanya.

Berbahagialah mereka yang menikmati pekerjaannya. Berbahagialah mereka yang sudah mencapai taraf bekerja adalah berekreasi. Sebab mereka sudah menemukan lentera jiwa mereka.

sumber : http://www.kickandy.com/?ar_id=MTEzOA==

Banyak yang bertanya mengapa saya mengundurkan diri sebagai pemimpin redaksi Metro TV. Memang sulit bagi saya untuk meyakinkan setiap orang yang bertanya bahwa saya keluar bukan karena ‘pecah kongsi’ dengan Surya Paloh, bukan karena sedang marah atau bukan dalam situasi yang tidak menyenangkan. Mungkin terasa aneh pada posisi yang tinggi, dengan ‘power’ yang luar biasa sebagai pimpinan sebuah stasiun televisi berita, tiba-tiba saya mengundurkan diri.

Dalam perjalanan hidup dan karir, dua kali saya mengambil keputusan sulit. Pertama, ketika saya tamat STM. Saya tidak mengambil peluang beasiswa ke IKIP Padang. Saya lebih memilih untuk melanjutkan ke Sekolah Tinggi Publisistik di Jakarta walau harus menanggung sendiri beban uang kuliah. Kedua, ya itu tadi, ketika saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari Metro TV.

Dalam satu seminar, Rhenald Khasali, penulis buku Change yang saya kagumi, sembari bergurau di depan ratusan hadirin mencoba menganalisa mengapa saya keluar dari Metro TV. ‘’Andy ibarat ikan di dalam kolam. Ikannya terus membesar sehingga kolamnya menjadi kekecilan. Ikan tersebut terpaksa harus mencari kolam yang lebih besar.’’

Saya tidak tahu apakah pandangan Rhenald benar. Tapi, jujur saja, sejak lama saya memang sudah ingin mengundurkan diri dari Metro TV. Persisnya ketika saya membaca sebuah buku kecil berjudul Who Move My Cheese.Bagi Anda yang belum baca, buku ini bercerita tentang dua kurcaci. Mereka hidup dalam sebuah labirin yang sarat dengan keju. Kurcaci yang satu selalu berpikiran suatu hari kelak keju di tempat mereka tinggal akan habis. Karena itu, dia selalu menjaga stamina dan kesadarannya agar jika keju di situ habis, dia dalam kondisi siap mencari keju di tempat lain. Sebaliknya, kurcaci yang kedua, begitu yakin sampai kiamat pun persediaan keju tidak akan pernah habis.

Singkat cerita, suatu hari keju habis. Kurcaci pertama mengajak sahabatnya untuk meninggalkan tempat itu guna mencari keju di tempat lain. Sang sahabat menolak. Dia yakin keju itu hanya ‘dipindahkan’ oleh seseorang dan nanti suatu hari pasti akan dikembalikan. Karena itu tidak perlu mencari keju di tempat lain. Dia sudah merasa nyaman. Maka dia memutuskan menunggu terus di tempat itu sampai suatu hari keju yang hilang akan kembali. Apa yang terjadi, kurcaci itu menunggu dan menunggu sampai kemudian mati kelaparan. Sedangkan kurcaci yang selalu siap tadi sudah menemukan labirin lain yang penuh keju. Bahkan jauh lebih banyak dibandingkan di tempat lama.

Pesan moral buku sederhana itu jelas: jangan sekali-kali kita merasa nyaman di suatu tempat sehingga lupa mengembangkan diri guna menghadapi perubahan dan tantangan yang lebih besar. Mereka yang tidak mau berubah, dan merasa sudah nyaman di suatu posisi, biasanya akan mati digilas waktu.

Setelah membaca buku itu, entah mengapa ada dorongan luar biasa yang menghentak-hentak di dalam dada. Ada gairah yang luar biasa yang mendorong saya untuk keluar dari Metro TV. Keluar dari labirin yang selama ini membuat saya sangat nyaman karena setiap hari ‘keju’ itu sudah tersedia di depan mata. Saya juga ingin mengikuti ‘lentera jiwa’ saya. Memilih arah sesuai panggilan hati. Saya ingin berdiri sendiri.

Maka ketika mendengar sebuah lagu berjudul ‘Lentera Jiwa’ yang dinyanyikan Nugie, hati saya melonjak-lonjak. Selain syair dan pesan yang ingin disampaikan Nugie dalam lagunya itu sesuai dengan kata hati saya, sudah sejak lama saya ingin membagi kerisauan saya kepada banyak orang.

Dalam perjalanan hidup saya, banyak saya jumpai orang-orang yang merasa tidak bahagia dengan pekerjaan mereka. Bahkan seorang kenalan saya, yang sudah menduduki posisi puncak di suatu perusahaan asuransi asing, mengaku tidak bahagia dengan pekerjaannya. Uang dan jabatan ternyata tidak membuatnya bahagia. Dia merasa ‘lentera jiwanya’ ada di ajang pertunjukkan musik. Tetapi dia takut untuk melompat. Takut untuk memulai dari bawah. Dia merasa tidak siap jika kehidupan ekonominya yang sudah mapan berantakan. Maka dia menjalani sisa hidupnya dalam dilema itu. Dia tidak bahagia.

Ketika diminta untuk menjadi pembicara di kampus-kampus, saya juga menemukan banyak mahasiswa yang tidak happy dengan jurusan yang mereka tekuni sekarang. Ada yang mengaku waktu itu belum tahu ingin menjadi apa, ada yang jujur bilang ikut-ikutan pacar (yang belakangan ternyata putus juga) atau ada yang karena solider pada teman. Tetapi yang paling banyak mengaku jurusan yang mereka tekuni sekarang -- dan membuat mereka tidak bahagia -- adalah karena mengikuti keinginan orangtua.

Dalam episode Lentera Jiwa (tayang Jumat 29 dan Minggu 31 Agustus 2008), kita dapat melihat orang-orang yang berani mengambil keputusan besar dalam hidup mereka. Ada Bara Patirajawane, anak diplomat dan lulusan Hubungan Internasional, yang pada satu titik mengambil keputusan drastis untuk berbelok arah dan menekuni dunia masak memasak. Dia memilih menjadi koki. Pekerjaan yang sangat dia sukai dan menghantarkannya sebagai salah satu pemandu acara masak-memasak di televisi dan kini memiliki restoran sendiri. ‘’Saya sangat bahagia dengan apa yang saya kerjakan saat ini,’’ ujarnya. Padahal, orangtuanya menghendaki Bara mengikuti jejak sang ayah sebagai dpilomat.

Juga ada Wahyu Aditya yang sangat bahagia dengan pilihan hatinya untuk menggeluti bidang animasi. Bidang yang menghantarkannya mendapat beasiswa dari British Council. Kini Adit bahkan membuka sekolah animasi. Padahal, ayah dan ibunya lebih menghendaki anak tercinta mereka mengikuti jejak sang ayah sebagai dokter.

Simak juga bagaimana Gde Prama memutuskan meninggalkan posisi puncak sebuah perusahaan jamu dan jabatan komisaris di beberapa perusahaan. Konsultan manajemen dan penulis buku ini memilih tinggal di Bali dan bekerja untuk dirinya sendiri sebagai public speaker.

Pertanyaan yang paling hakiki adalah apa yang kita cari dalam kehidupan yang singkat ini? Semua orang ingin bahagia. Tetapi banyak yang tidak tahu bagaimana cara mencapainya.

Karena itu, beruntunglah mereka yang saat ini bekerja di bidang yang dicintainya. Bidang yang membuat mereka begitu bersemangat, begitu gembira dalam menikmati hidup. ‘’Bagi saya, bekerja itu seperti rekreasi. Gembira terus. Nggak ada capeknya,’’ ujar Yon Koeswoyo, salah satu personal Koes Plus, saat bertemu saya di kantor majalah Rolling Stone. Dalam usianya menjelang 68 tahun, Yon tampak penuh enerji. Dinamis. Tak heran jika malam itu, saat pementasan Earthfest2008, Yon mampu melantunkan sepuluh lagu tanpa henti. Sungguh luar biasa. ‘’Semua karena saya mencintai pekerjaan saya. Musik adalah dunia saya. Cinta saya. Hidup saya,’’ katanya.

Berbahagialah mereka yang menikmati pekerjaannya. Berbahagialah mereka yang sudah mencapai taraf bekerja adalah berekreasi. Sebab mereka sudah menemukan lentera jiwa mereka.

sumber : http://www.kickandy.com/?ar_id=MTEzOA==

Surprise?

Malam Jum'at jam 22.15, mama baru aja keluar dari rest room, mau langsung tidur koq ga ngantuk2 (apa gara2 secangkir cappuccino yang mama nikmati abis dinner ya?). Akhirnya, dengan terpaksa duduk di depan tivi cetat cetet remote sekedar nyari2 kesibukan. Tiba-tiba ada suara berisik dari depan rumah. Sepertinya ada suara laki-laki ngobrol dengan suara agak keras. Siapa ya? Jarang ada tamu dtg malam disaat Papa di luar kota. Yang namu malam ya biasanya teman Papa. So, kalo Papa ga ada dirumah ya jarang ada tamu malam. Penasaran, mama intip dari jendela, siapakah gerangan bapak2/mas2 di depan pintu? Suara dan logatnya mirip Papa tapi ah Papa kan masih di Lubuklinggau dan tadi siang sms-an ga bilang mo pulang hari ini. Lagian kalo blio pulang pasti bareng satu dua orang yang rencananya mo ikut ke Depok dalam rangka beli mobil. Intip lagi dengan seksama...loh tapi ada tas kulit asli made in Garut warna item andalan Papa diatas kursi teras depan...it must be him but why is he already come home without telling me? is it a surprise? weleh2 since when he becomes not so serious...surprising or romantic man wanna be? Pantesan tadi siang sms katanya 'kangen'...pantesan tadi sore ditelpon gada nada (berarti tadi lg di pesawat yah?). Bener aja..."Sari, Kokom"...3X....tok-tok-tok (bunyi jendela kamar kakak diketok2 Papa). Yee ga denger lah mbak-mbak udah tidur sejak jam 20.00 di kamar tamu tengah, kakak and the geng tidur ma Mama in our bedroom. Hi hi hi...Mama ganti baju dulu ah, kasian kan Papa...mo ngasih surprise batal malah ketemu Mama dengan daster lawas. Tergesa-gesa bukain pintu (dasternya dah 'menarik')...heheh beneran Papa. Mama mesem-mesem aja sementara Papa masih ngerasa cool karena 'surprise'nya. Ternyata Papa lucu juga...smile. Tumben sih Pa? 'Emang ga direncanain...ada temen Papa mo Kunker ke Jakarta, Papa diminta menemani selama 2 hari. Sekalian aja Papa pulang dulu ke Depok. Horee. Surprise tanpa modal!Tapi koq tadi rame amat kirain berapa orang tamu? 'Iya...baru turun dari taksi langsung ada telpon masuk' Oo tadi tu terima telpon...dasar wong kito, terima telpon aja kayak diskusi se-RT.

Dirgahayu Republik Indonesia ke-63

Dirgahayu Republik Indonesia ke-63. Usia kemerdekaan yang sudah sangat dewasa kiranya, namun belum cukup dewasa untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang arif dan mandiri. Masih banyak yang perlu dibenahi oleh bangsa ini, sederet masalah yang sudah muncul dipermukaan (semoga saja bukan iceberg dan tidak punya long-tail) sejak awal kemerdekaan hingga sekarang. Tengoklah korupsi, kemiskinan, kesenjangan sosial, dan masih banyak lagi.

Ungkapan syukur atas kemerdekaan tentu harus senantiasa dilakukan dan yang lebih penting adalah wujud nyata penghargaan kita atas merdekanya bangsa ini dengan aksi dan kontribusi positif untuk mengisi kemerdekaan.

Caranya? menurut mama nih ;) ya sesuaikan dengan posisi dan kemampuan kita saat ini. Kalo PNS bekerjalah dengan efektif dan efisien dan jangan korupsi, kalo pegawai swasta bekerjalah dengan profesional dan jangan korupsi (sami mawon dong ya), kalo mahasiswa belajarlah dengan semangat, jangan pas-pasan atau asal lulus (trsindir juga niy) dan jangan korupsi waktu (alias jgn jd mahasiswa abadi), kalo pengusaha berusahalah dengan gigih dan cara-cara halal sampai dpt membuka kesempatan kerja bagi banyak orang, kalo pejabat publik ya utamakan pelayanan demi kemaslahatan rakyat dan jangan korupsi, hiduplah sederhana dan sepantasnya. Kalo rakyatnya masih banyak yang ga sekolah, kurang makan dan tidak terjamin kebutuhan dasarnya, apakah sanggup bermewah-mewah menikmati fasilitas negara aka uang rakyat?

Dirgahayu Republik Indonesia, semoga semakin cepat kau meraih kemerdekaan paripurna sebagai bangsa dan negara...karena harapan itu harus selalu ada!

It's Okey, You'll Get Well Soon

Sepertinya Aqeela mungil kecapekan. Udah 2 minggu ini dia mulai sekolah di TK A. Dua hari yl dia batuk pilek, mama ga langsung kasih obat, cuma Ma minumkan vitamin dan madu plus habbatussaudah. Trnyata kondisi tubuhnya mungkin ga kuat karena batuknya bandel (sepertinya batuk berlendir), minggu pagi kmrn suhu tubuhnya meninggi. Panas sekali...dan kakinya dingin. Untungnya mba Putri sedang ke rumah, segera aja blio buat ramuan utk membalur tubuh Qeela yg panas. AlhamduliLlah cukup manjur, panasnya mulai turun. Mama batal ikutan tasqif. Seharian kami 'main' dirumah aja dan jagain kakak Aqeela. Sorenya Ma ke RS dekat rumah jenguk tetangga sebelah, ka Icha - teman main kakak, sudah 3 hari ini dirawat karena kena DB. Papa yang 'panikan' udah cemas, khawatir panas tinggi-nya Qeela kenapa2. Ah, mudah-mudahan tdk apa-apa. Akhirnya kemarin kami juga kerja bakti, semprot seluruh ruangan rumah kecuali kamar MaPa sebagai basecamp anak2.

Tapi pagi ini, kami bawa Aqeela ke dokter karena badannya masih hangat dan keliatannya dia masih lemas. Kata dokter sih belum perlu langsung cek darah, moga-moga hanya ISPA biasa katanya. Disarankan waspada karena kalo ada yang kena DB di lingkungan kita berarti kudu bersih2 lingkungan dan kalo tidur siang jangan sampai digigit nyamuk.
Emang udah lama juga sih ga ada fogging di kompleks. Kayaknya dah hampir setahun yang lalu. Get well soon sayangku...

Allah takes care of me (Ultah ke 32)

Today is my birthday. I'm 32 years old. Tengah malam Papa ngucapin selamat dan selanjutnya...terserah kami berdua. Plis deh Pa, kadonya yg brjudul Fortuner teteup harus nyusul, dan rumah yang ada kolam renangnya heheh boleh dong make a wish. Do'a mama dlm hati...ya Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang, sebagaimana Kau beri keselamatan dalam kelahiranku maka berikanlah keselamatan dalam hidup dan matiku. Karuniakanlah kpd kami anak-anak sholeh dan sholeha sebagai penyejuk hati, panjang umur dalam keberkahan, rejeki halal yang berlimpah, kebaikan di dunia dan akhirat, amiin ya Robbal 'alamiin.

Tanggal 24 Juli kemarin, Aqeela dah duluan ultah yang ke-4. Trus nanti tgl 7 Agustus giliran Ayesha. Khusus putri2 kecilku yang subhanaLlah cantik, pinter dan lucu (kadang nakal juga sih), Mama Papa berdo'a semoga Allah menjadi penjaga kalian, menjadikan kalian muslimah sholehah yang mencintai Allah & Rasul-nya dan mengasihi Mama Papa serta saudara2 kalian dan sesama manusia. Cerdas, santun dan rupawan akhlak serta budinya, Amiin.


Dari kiri ke kanan: meet princess Aqeela, princess Alifya, & princess Ayesha, dan si cantik mini sea world cake (lengkap loh, ada 2 putri duyung, shark, sword fish, lobster, pinguin, turtle, crab, dan ikan pari). Cake ini mesen dari mba Hones (mamanya Imam, teman sekelas kaka Alifya), dalamnya brownies yang enuak deh...lagi dong uni ;) thx yah. Foto2 lainnya blm sempat Ma pindahin, msh di notebook.

Main Sepeda (kisah kaka Alifya)


Yang aku lakukan kemarin adalah kerumah Nenek di sana aku senang sekali . Aku juga makan donat,donatnya enak deh . Sebelum pulang ke kompleks Gema pesona aku beli roti di Indomaret pas pulang aku di sambut oleh adikku yang bernama Aqeela dan Ayesha lalu aku disambut oleh temanku .Lalu pas sampai ke rumah aku main sepeda.Aqeela ingin di bonceng .Terus aku boncengin . Aqeela senang sekali kalau dibonceng setiap aku pulang pasti Aqeela minta bonceng tapi jarang sih. Kalau aku ingin main sepeda sendiri aku harus diam-diam. Ini aku mo bonceng Aqeela.