Cerita Debt Collector?

Bulan Maret tahun ini diawali beberapa kisah sedih. Diantaranya adalah tertundanya pembukaan ’resmi’ rumah busana Aqeela. Padahal mama antusias sekali dengan proyek ini dan niat awalnya adalah menambah maisyah sekaligus membudayakan fashion yang santun dan anggun. Nanti kita bahas perihal fashion ini yah, some other time. Back to penundaan tadi, masalahnya tehnis, brosur yang akan disebar di beberapa komplek perumahan belum selesai dibuat. Lagian knapa juga nunggu brosur selesai, yang penting kan buka dulu mama (sigh...suka bikin repot sendiri siy). Alasan lain, item barang belum lengkap (another unnecessary reason...nunggu lengkap mah kapan? Lagipula dana buat belanja dagangan udah abis. Jualan dulu baru nambah dagangan). Alhamdulillah dah ada beberapa produk yang bisa diupload di http://aqeelafashion.blogspot.com silahkan liat2.

Kisah sedih lainnya berhubungan dengan tugas dinas mama sekarang. Yaitu merangkap semacam ’debt collector’ gitu, yang ditagihnya pembayaran iuran sekolah (SPP) dan kewajiban administrasi keuangan lain yang belum ditunaikan oleh orangtua siswa. Koq bisa ya SPP ga dibayar-bayar, sampai berbulan-bulan lagi. Sedangkan biaya operasional sekolah (swasta khususnya) didanai oleh SPP. Buat membiayai KBM (kegiatan belajar mengajar), biaya kurikulum-kesiswaan, bayar gaji guru dan karyawan, buat biaya administrasi, biaya pemeliharaan sarana dan prasarana dll. Kebayang kan urgent-nya SPP bagi sekolah?

Ceritanya, pihak yayasan (yang mencakup semua unit sekolah) mengirimkan undangan bagi orangtua siswa yang bermasalah dengan kewajiban administrasi keuangan sekolah anaknya, untuk bersama-sama membicarakan penyelesaian masalah tsb. Undangan itu agak-agak scary karena jika tidak memenuhi undangan maka dengan amat sangat terpaksa pihak sekolah akan meliburkan sementara siswa yang adminkeu-nya bermasalah (duuh bukannya kejam, tapi berhubung gada respon setelah surat 1,2 dan surat lainnya). Akhirnya, berdatanganlah ortu-ortu siswa yang diundang tersebut. Dan terbukalah kisah-kisah dibalik ’kelalaian’ ortu terhadap kewajibannya.

Sebagian besar memang kisah ’krisis keuangan’ keluarga. Dan ’ndilalahnya’ sebagian besar disebabkan karena mereka adalah pengusaha mandiri alias TDA (tangan di atas) yang bisnis atw usaha yang dijalani mereka sedang mengalami situasi down. Bahkan ada yang bangkrut dan sedang merintis dari awal usahanya tsb. Sementara tidak seperti orang gajian alias pekerja kantoran, mereka tentu saja tidak ada penghasilan rutin bulanan. Sehingga terjadilah situasi krisis sementara yang mengakibatkan masalah tagihan tadi. Eit, sama sekali tidak bermaksud menakut2i agar kita ga ubah haluan jadi TDA dan uplek di dunia TDB aja loh. Justru membuka wacana betapa dinamisnya hidup di dunia TDA dan itu semua tergantung pilihan dan kemauan kita menghadapinya. Jadi TDA kudu berani dan insyaAllah return-nya lebih guede. Mudah-mudahan aja badai segera berlalu dan pengusaha2 tsb bangkit lagi meraih predikat TDAnya.

Ada pula kisah sedih yang dialami salah satu ortu yaitu ujian berupa penyakit kanker payudara yang mengguncang keuangan keluarga tsb. Betapa tidak, kanker tsb telah menyebabkan salah satu payudara ummi tsb harus ’diangkat’. Dan biaya operasi serta tindakan medis yang mengikutinya seperti kemoterapi, scan2 apa gitu, tes lab dlsb, tentu tidak murah (emang kerasa banget kalo ga punya asuransi kesehatan). Pokoke sedih deh, apalagi kalo kita memposisikan diri sebagai ummi yang mengalaminya (kayaknya ga ku-ku deh). Tentu bukan maksud mereka dengan sengaja melalaikan kewajibannya. Dan bukannya si ummi mementingkan dirinya dengan memakai hampir semua pengeluaran keluarga untuk berobat bahkan sampai berutang. Menurut ummi tsb dia sudah pasrah, yang penting kebutuhan hidup kedua anak perempuan mereka. Tapi suaminya bersikeras mengutamakan kesehatan istrinya, pengasuh dan penjaga anak-anak mereka. Tanpa keberadaan apalagi perhatian seorang ibu dalam membesarkan anak-anaknya, apalah artinya (demikian prinsip sang ayah). Nah, ibu mana yang tahan mendengar kisah ini? Mama dan Irma (teman kantor, dan yang dahulu biasa kontak langsung dengan ortu) terpaksa menahan haru (bukannya jaim loh). Eh Irma malah dah berkaca-kaca. Kami kurang pas di posisi ini deh. Pantesan biasanya ’debt collector’ dipake orang2 yang ’tebel muka’ dan ’ga punya perasaan’ (pengalaman pribadi pernah berurusan dengan ’dece’). Sorry dece, lagian kalian pantes dibilang begitu. Dilarang protes (diktator mode on). Intinya, kami ga tegaan dan tentu saja tampang kami jauuuh dari dece.

Yawda, mengambil pelajaran dari kisah diatas; ketika bumi terasa sempit, dada terasa sesak dan punggung berat menanggung beban hidup, maka tidak ada tempat lain untuk berharap. Kepada siapa lagi selain pada Yang Maha Mengatur segala urusan. Karena hidup memang senantiasa berputar. Seperti siang dan malam, terang dan gelap, sulit dan mudah. Begitulah...hidup. Maka sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan, sungguh setelah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (QS Alam Nasyrah:5-8). Semoga menjadi tausyiah bagi Ma, Pa, 3 bidadari surga kami, orang-orang yang kami cintai dan kasihi serta teman-teman semua. Allahu a’lam bi showab.

0 komentar: