Leading in Crushes

"Kalian adalah pemimpin, maka kalian akan dimintai pertanggungjawaban. Penguasa adalah pemimpin, maka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, maka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin (rumah tangga suaminya), maka akan dimintai pertanggungjawabannya. Oleh karena kalian adalah pemimpin, maka kalian akan dimintai pertanggungjawabannya."(H.R. Bukhari-Muslim)

Mereka yang menjadi pemimpin di masa krisis, tetapi tidak menjalankan peran kepemimpinannya sesuai dengan krisis yang dihadapinya, pastilah akan tergulung dalam permasalahan itu, dan akhirnya tergilas habis. Kalaupun akhirnya ia menyadari bahwa ia tak mampu memimpin, setidaknya ia harus segera punya keberanian untuk undur diri dari posisinya (Robby Djohan, 2006).

Seorang pemimpin haruslah memiliki keseimbangan dalam pengetahuan, pengalaman, bakat memimpin serta hati nurani sehingga akan mampu bergerak cepat dan efektif dalam menguasai kondisi yang dihadapinya.

Tidak semua pemimpin terbukti bermakna bagi lembaganya, maupun bagi orang-orang yang dipimpinnya. Banyak pemimpin yang bahkan telah menghancurkan lembaga – baik itu Negara, organisasi politik, perusahaan ataupun perkumpulan – yang dipercayakan kepadanya, dan karenanya ia juga menghancurkan masa depan begitu banyak orang yang menjadi anggota dan bagian dari lembaga itu (Robby Djohan, 2006).

Salah satu hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah integritas. Menurut beberapa literatur, integritas adalah sikap empati dan kepedulian terhadap sekitar yang menumbuhkan cara berpikir dan berbuat yang sejalan, serta bertanggungjawab atas keputusan dan perbuatannya.

Tidak ada yang abadi kecuali perubahan. Pemimpin yang baik memiliki kepekaan untuk menangkap adanya perubahan dan bergerak cepat untuk menyikapinya.

“Every change begins with a vision and a decision to take action”. Demikian kata David Bornstein. Setiap pemimpin harus membagi visi dan misinya agar orang yang berada dibawah kepemimpinannya mengetahui secara jelas sehingga tercapai common purpose, tujuan bersama. John C. Maxwell dalam "The Winning Attitude" menggambarkan, "orang berubah ketika mereka cukup sakit sehingga harus berubah; cukup belajar sehingga ingin berubah; cukup menerima sehingga mereka bisa berubah." Menurut Maxwell, pertama, pemimpin harus mengembangkan trust atau kepercayaan dengan orang lain. Jika anggota tim percaya kepada pemimpin, itu sudah cukup hebat. Dan jauh lebih hebat lagi jika justru pemimpin yang percaya kepada para anggotanya. Ujian praktis bagi seorang pemimpin adalah pertanyaan, "Bagaimana hubungan Anda dengan orang-orang yang Anda pimpin?" Kalau hubungannya positif, maka pemimpin itu telah siap untuk mengambil langkah-langkah berikutnya. Kedua, pemimpin harus membuat perubahan pribadi pada dirinya sendiri, sebelum meminta orang lain berubah. Para pemimpin sukses bukan hanya mengatakan apa yang harus dilakukan, mereka memperlihatkannya! Orang meniru apa yang mereka lihat dari sang pemimpin. Tujuan pemimpin menjadi tujuan mereka. Sebagai pemimpin anda harus melaporkan dan menyampaikan apa yang perlu anda laporkan, bukan apa yang sebaiknya dilaporkan. Lalu rangsanglah anggota organisasi anda untuk berani pula menyampaikan apa yang perlu anda dengar, bukan apa yang ingin anda dengar. Ketiga, perlihatkan kepada tim anda bagaimana perubahan itu sebenarnya akan sangat menguntungkan bagi mereka. Sebab perubahan yang sedang kita lakukan saat ini adalah jalan terbaik bagi seluruh pihak, demi masa depan semua orang, bukan bagi anda sebagai pimpinannya. Kepentingan orang banyak itulah yang harus didahulukan. Keempat, beri mereka andil kepemilikan atas perubahan itu. Kalau orang kurang ikut memiliki suatu gagasan, mereka biasanya menentangnya, bahkan seandainya pun gagasan itu sebetulnya untuk kepentingan mereka yang terbaik! Pemimpin yang bijaksana memungkinkan pengikut bisa memberikan masukan dan menjadi bagian dari proses perubahan (http://www.gsn-soeki.com/wouw/?koleksi-artikel).


Dari literatur kepemimpinan dapat kita ambil contoh pemimpin transformasional, yaitu pemimpin yang memiliki beberapa hal berikut:

Ø Enabling others to act – mendorong orang lain untuk mampu bertindak.

Ø Modeling the way – memberi arahan dan contoh dengan tindakan.

Ø Encouraging the hearts – memberi semangat kepada pengikut dengan pendekatan personal, menjadi pendengar yang baik, menggunakan emotional intelligence misal dengan berpartisipasi dalam kegiatan bersama yang melibatkan orang-orang yang dipimpinnya.

Ø Communication leadership - menggunakan keahlian komunikasi yang efektif yaitu dengan menjadi pendengar yang aktif, questioner, membangun good conversation.

Ø Charisma or idealized influence – memiliki integritas dan dengan karisma yang dimilikinya mampu memberi bayangan kepada pengikutnya akan masa depan dan good hope.

Ø Inspirational motivation – memiliki alasan dan harapan akan masa depan serta mampu memotivasi pengikutnya untuk menghadapi perubahan.

Leading in crisis membutuhkan pemimpin yang visioner dan memiliki integrasi tinggi selain karakteristik lainnya. Leading in crushes (seperti gambaran kondisi Negara kita saat ini?) tentunya membutuhkan pemimpin yang ekstra empati dan mampu menumbuhkan spirit dengan pendekatan transformasional.

Intinya, pemimpin mesti memiliki kepekaan yang tinggi untuk ‘membaca’ kondisi sekitarnya dan menyikapi perubahan (to act) dengan bijaksana untuk mencapai tujuan bersama demi kepentingan semua pihak, terutama rakyat, yang dengan sadar atau tidak telah menitipkan amanah kepada para pemimpin mereka.

0 komentar: