Bendera Setengah Tiang


Innalillaahi wa inna ilaihi roji'uun. Telah meninggal mantan Presiden Republik Indonesia yang berkuasa selama hampir 32 tahun, Bapak Soeharto. Terlepas dari kontroversi yang ada mengenai beliau, cukup pantas rasanya sesama manusia dan muslim mengucapkan turut berbela sungkawa dan mendoakan; mudah-mudahan Allah menerima amal kebaikan beliau dan mengampuni dosa-dosanya. Allah Maha Adil, Maha Hakim yang akan memberikan putusan bagi beliau.

Banyak yang merasa kehilangan, karena bagaimana pun sejarah bangsa dan negara Indonesia telah mencatat kehadirannya di dunia ini. Terserah versi sejarah dan warna tinta mana yang kita ambil. Bagi bapak dan mama saya, pak Harto adalah Presiden yang berhasil dan sangat layak dihormati, betapa tidak, pada masa pemerintahan beliau lah kedua ortu saya mengalami masa yang 'jaya' sebagai pengusaha konveksi. Hidup pengusaha! Saat-saat tahun 90-an industri tekstil sedang tumbuh2nya. Sampai-sampai konveksi-an bapak bisa ekspor ke Timur Tengah. Krisis ekonomi tahun 1997 (krismon istilah topnya) diikuti lengsernya beliau ternyata mengecilkan juga ekonomi kelas pengusaha menengah seperti bapak saya. Gampangnya, versi bapak; gara-gara Soeharto lengser, usaha bapak kolaps. Versi pedagangnya lagi; bapak bawa uang 10juta buat belanja bahan (kain, benang, risleting, dan alat konveksi lainnya deh) ternyata di tanah abang harga naik 3-4 kali lipat. Bapak bawa pulang lagi duit, ga jadi belanja. Berharap harga turun ternyata harga2 betah nangkring diatas.

Belum lagi pada saat beliau, dengan versi diktatornya, justru Indonesia lebih 'dihargai' oleh bangsa lain. Sekarang? aduuuh betapa inginnya dengan konsisten memotivasi diri dan seluruh rakyat untuk 'bangun', berlari, kerja keras, sehingga tidak tertatih-tatih mengejar teman2 lain di kelas Asia ini. Tentu sisi gelap beliau dalam versi sejarah lain juga ada. Penguasa tunggal, lambat laun jadi diktatorlah, pelanggaran HAM (dengan alasan apa pun tidak ada sisi pembenaran) dan lain-lain. Saya tidak ingin menuliskan sisi buruk beliau.

Sekali lagi, terserah versi sejarah dan warna tinta mana yang kita ambil. Tapi, cukup layak dan tidak susah kan untuk mengibarkan bendera setengah tiang?. Dengan versi niat dan kasus yang berbeda, bendera setengah tiang juga untuk menunjukkan kesedihan kita akan nasib saudara-saudara kita di Palestina. Kemarin kan bertepatan juga dengan munashoroh Palestina.

Putri berMahkota lagi...


Tanggal 26 Januari kemarin Yudisium. He he meskipun revisi belum kelar, tanpa malu-malu, aq ikut yudisium. Kali ini datang didampingi Bapak dan Mama. Sayangnya, karena ga berhasil cum laude (IPK > 3,50 kalo ga salah) apalagi summa cum laude (IPK = 4,00) maka pemberian ucapan selamatnya kurang mantap la yaw. Istilah teman-teman, pas kita maju, ini nih giliran rombongan yang ga penting-penting. Pasalnya, yang disebut hanya nama tanpa embel-embel ’prestasi’ misal; lulusan tercepat masa studi, lulusan termuda, dengan IPK sekian, de el el. Plus kalo cum laude kan dapet rangkaian bunga or piala something or bonus uang (anak S1 reguler yang cum laude dapat bonus uang loh!). Moral of the story is; lulus ga cum laude? duuh nyesel banget...terlalu cinta angka 3 jadinya prestasinya mentok di 3,33 ajah.

Foto-foto entar aja sekalian pas wisuda. Yang penting foto putri-putri bermahkota dulu nih. Kemarin hujan, jadi belum sempat.

Nih putri-putri tanpa mahkota....



Yang ini udah pake mahkota. Kecuali putri tomboy Aqeela. Liat deh gayanya...hihihi...dengan hidung pas-pasan kacamatanya leluasa bergeser ke kiri ke kanan ke atas ke bawah.

Putri berMahkota


Kemarin sore mama Echa bawa oleh-oleh buat putri-putri sholihat. Topi ultah ala mahkota warna-warni. Ga ada yang ultah sih di rumah. Tapi Aqeela dah pesan sejak dua hari lalu. Setelah dengan tak bosan-bosannya menonton rekaman video ultah kaka Alifya pada saat 3rd birthday anniversary-nya dulu. Menyaksikan mereka berebut mendapat jatah oleh-oleh ih heboh banget. Tingkah buah hati saat gembira memang meneduhkan mata dan menyegarkan aroma, semerbak taman surga, insyaAllah ya mama. Eit tapi lupa dijepret nih. Ntar sore deh...dengan catatan mahkotanya belum rusak.

Isn’t It Simple, Dear Friends? Life is Suppose to be Simple…..

Tangisku sederhana kawan,

tangisan seorang ummi memandang semesta kasih, segenap sesal

dan senantiasa do’a

wajah sang buah hati taman bunga surga.....

tangisku sederhana kawan,

gerimis hati merindukan kekasih ahai pembuka ridhoLlah

tak menggenggam jemari kala gelisah bertutur.....

tangisku sederhana kawan,

merajuk dan meraung bocah kecil pada ayah bunda

aku berhutang nyawa dan keridho-An Allah pada mereka tercinta......

tangisku sederhana kawan,

hujan airmata atas penderitaan kami ya rakyat ya umat ya buih

merenangi lautan hidup yang tidak lagi sederhana

tangisku sederhana kawan,

riak gelombang karena teraniaya saudara-saudara muslim

di Indonesia, Palestina, Irak, Mesir, Afghanistan, India, Inggris, Amerika, Singapura, seluruh penjuru dunia

aku bergeming saja dan tangisku menggelombang tsunami adanya.....

tangisku sederhana kawan,

tangis ikhtiar, lalai, syukur, alpa, doa, rindu

menangis-nangis berikhtiar

menangis-nangis lalai

menangis-nangis syukur

menangis-nangis alpa

menangis-nangis doa

menangis-nangis rindu

dan memimpikan surga

di dunia

di ujung duniaku

di awal hisab

di akhir hisab kita

akhir yang baik, akankah sederhana?.



Dzikrul Maut

Innalillaahi wa inna ilaihi roji'uun. Telah berpulang ke rahmatullah umi Ina (Kastiyan Indriawati), istri Dr. Hidayat Nurwahid, kemarin 22 Januari 2008. Mudah-mudahan Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang melapangkan kuburnya dan menerima segala amal ibadah almarhumah. Dan sanak keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran. Da’wah must go on..still.

Innalillaahi wa inna ilaihi roji'uun. Telah lebih dulu menyongsong kematian dengan izzah, saudara-saudara kita di Palestina. We condemn Israel for killing civilian Palestinians. Semoga Allah meneguhkan keimanan kita dan menolong saudara-saudara kita serta memudahkan kita untuk membantu perjuangan Palestina dengan bantuan nyata, semangat dan do’a.

Mengingat mati, mudah-mudahan membersihkan niat kita dalam menapaki perjalanan hidup. Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah S.A.W. telah bersabda :“Apabila telah mati anak Adam itu, maka terhentilah amalnya melainkan tiga macam; 1) Sedekah yang berjalan terus (Sedekah Amal Jariah), 2) Ilmu yang berguna dan diamalkan, dan 3) Anak yang sholeh yang mendoakan baik baginya.

Ada humor menarik tentang kematian......

Jubah Hitam Kematian

Nasrudin berjalan di jalan raya dengan mengenakan jubah hitam tanda duka, ketika seseorang bertanya, “Mengapa engkau berpakaian seperti ini, Nasrudin? Apa ada yang meninggal.” “Yah,” kata sang mullah, “Bisa saja terjadi tanpa kita diberi tahu.” (http://www.kisah.web.id/humor-sufi/jubah-hitam-kematian.html)

Kematian adalah sesuatu yang pasti datangnya dan pasti pula kerahasiaan (ghoib) waktu kedatangannya. Sehingga akan senantiasa mengingatkan kita untuk mengambil pelajaran darinya. Kematian hendaknya mengingatkan kita akan tujuan hidup di dunia yang ’sekedar’ mengumpulkan bekal untuk menghadapi ’perjalanan’ yang jauuuh lebih panjang nanti. Kematian mengingatkan kita bahwa hidup yang ’sebentar’ ini nilainya sangat berarti dan akan amat sangat sia-sia jika tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menebar benih kebaikan. Dan akan menjadi orang yang merugilah kita apabila tidak menjadikan kehidupan ini arena untuk ’berprestasi’. Prestasi dalam hal beramal kebaikan, menuntut ilmu dunia-akhirat dan berusaha mengamalkannya, bekerja dengan ihsan, beribadah, berinfak shodaqoh, dan berjihad. ’Maha Suci Allah........, yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya’ (QS Al Mulk:1-2).

Lebih komprehensif dapat dibaca pada tulisan Ustadz Muhammad Nuh dalam ’Cukuplah Kematian Sebagai Nasehat’ (sumber:www.dakwatuna.com) yang saya copy paste berikut ini. Mudah-mudahan menjadi tausyiah bagi kita semua, al faqir ilallaah.

“Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (HR. Tirmidzi)

Berbahagialah hamba-hamba Allah yang senantiasa bercermin dari kematian. Tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang.

Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Di antaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan lakukan.

Kematian mengingatkan bahwa waktu sangat berharga

Tak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tak seorang pun tahu berapa lama lagi jatah waktu pentasnya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya.

Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah swt mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).”

Ketika jatah waktu terhamburkan sia-sia, dan ajal sudah di depan mata. Tiba-tiba, lisan tergerak untuk mengatakan, “Ya Allah, mundurkan ajalku sedetik saja. Akan kugunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan.” Tapi sayang, permohonan tinggallah permohonan. Dan, kematian akan tetap datang tanpa ada perundingan.

Allah swt berfirman dalam surah Ibrahim ayat 44, “Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang zalim: ‘Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul….”

Kematian mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapa

Kalau kehidupan dunia bisa diumpamakan dengan pentas sandiwara, maka kematian adalah akhir segala peran. Apa pun dan siapa pun peran yang telah dimainkan, ketika sutradara mengatakan ‘habis’, usai sudah permainan. Semua kembali kepada peran yang sebenarnya.

Lalu, masih kurang patutkah kita dikatakan orang gila ketika bersikeras akan tetap selamanya menjadi tokoh yang kita perankan. Hingga kapan pun. Padahal, sandiwara sudah berakhir.

Sebagus-bagusnya peran yang kita mainkan, tak akan pernah melekat selamanya. Silakan kita bangga ketika dapat peran sebagai orang kaya. Silakan kita menangis ketika berperan sebagai orang miskin yang menderita. Tapi, bangga dan menangis itu bukan untuk selamanya. Semuanya akan berakhir. Dan, peran-peran itu akan dikembalikan kepada sang sutradara untuk dimasukkan kedalam laci-laci peran.

Teramat naif kalau ada manusia yang berbangga dan yakin bahwa dia akan menjadi orang yang kaya dan berkuasa selamanya. Pun begitu, teramat naif kalau ada manusia yang merasa akan terus menderita selamanya. Semua berawal, dan juga akan berakhir. Dan akhir itu semua adalah kematian.

Kematian mengingatkan bahwa kita tak memiliki apa-apa

Fikih Islam menggariskan kita bahwa tak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia. Kaya atau miskin. Penguasa atau rakyat jelata Semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu.

Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang.

Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan. Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan. Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga.

Ternyata, semua hanya peran. Dan pemilik sebenarnya hanya Allah. Ketika peran usai, kepemilikan pun kembali kepada Allah. Lalu, dengan keadaan seperti itu, masihkah kita menyangkal bahwa kita bukan apa-apa. Dan, bukan siapa-siapa. Kecuali, hanya hamba Allah. Setelah itu, kehidupan pun berlalu melupakan peran yang pernah kita mainkan.

Kematian mengingatkan bahwa hidup sementara

Kejayaan dan kesuksesan kadang menghanyutkan anak manusia kepada sebuah khayalan bahwa ia akan hidup selamanya. Hingga kapan pun. Seolah ia ingin menyatakan kepada dunia bahwa tak satu pun yang mampu memisahkan antara dirinya dengan kenikmatan saat ini.

Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban, tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, barulah ia tersadar. Bahwa, segalanya akan berpisah. Dan pemisah kenikmatan itu bernama kematian. Hidup tak jauh dari siklus: awal, berkembang, dan kemudian berakhir.

Kematian mengingatkan bahwa hidup begitu berharga

Seorang hamba Allah yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar bahwa hidup teramat berharga. Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman. Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga. Dengan sungguh-sungguh. Petani itu khawatir, ia tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan.

Mungkin, inilah maksud ungkapan Imam Ghazali ketika menafsirkan surah Al-Qashash ayat 77, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia…” dengan menyebut, “Ad-Dun-ya mazra’atul akhirah.” (Dunia adalah ladang buat akhirat)

Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.

Leading in Crushes

"Kalian adalah pemimpin, maka kalian akan dimintai pertanggungjawaban. Penguasa adalah pemimpin, maka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, maka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin (rumah tangga suaminya), maka akan dimintai pertanggungjawabannya. Oleh karena kalian adalah pemimpin, maka kalian akan dimintai pertanggungjawabannya."(H.R. Bukhari-Muslim)

Mereka yang menjadi pemimpin di masa krisis, tetapi tidak menjalankan peran kepemimpinannya sesuai dengan krisis yang dihadapinya, pastilah akan tergulung dalam permasalahan itu, dan akhirnya tergilas habis. Kalaupun akhirnya ia menyadari bahwa ia tak mampu memimpin, setidaknya ia harus segera punya keberanian untuk undur diri dari posisinya (Robby Djohan, 2006).

Seorang pemimpin haruslah memiliki keseimbangan dalam pengetahuan, pengalaman, bakat memimpin serta hati nurani sehingga akan mampu bergerak cepat dan efektif dalam menguasai kondisi yang dihadapinya.

Tidak semua pemimpin terbukti bermakna bagi lembaganya, maupun bagi orang-orang yang dipimpinnya. Banyak pemimpin yang bahkan telah menghancurkan lembaga – baik itu Negara, organisasi politik, perusahaan ataupun perkumpulan – yang dipercayakan kepadanya, dan karenanya ia juga menghancurkan masa depan begitu banyak orang yang menjadi anggota dan bagian dari lembaga itu (Robby Djohan, 2006).

Salah satu hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah integritas. Menurut beberapa literatur, integritas adalah sikap empati dan kepedulian terhadap sekitar yang menumbuhkan cara berpikir dan berbuat yang sejalan, serta bertanggungjawab atas keputusan dan perbuatannya.

Tidak ada yang abadi kecuali perubahan. Pemimpin yang baik memiliki kepekaan untuk menangkap adanya perubahan dan bergerak cepat untuk menyikapinya.

“Every change begins with a vision and a decision to take action”. Demikian kata David Bornstein. Setiap pemimpin harus membagi visi dan misinya agar orang yang berada dibawah kepemimpinannya mengetahui secara jelas sehingga tercapai common purpose, tujuan bersama. John C. Maxwell dalam "The Winning Attitude" menggambarkan, "orang berubah ketika mereka cukup sakit sehingga harus berubah; cukup belajar sehingga ingin berubah; cukup menerima sehingga mereka bisa berubah." Menurut Maxwell, pertama, pemimpin harus mengembangkan trust atau kepercayaan dengan orang lain. Jika anggota tim percaya kepada pemimpin, itu sudah cukup hebat. Dan jauh lebih hebat lagi jika justru pemimpin yang percaya kepada para anggotanya. Ujian praktis bagi seorang pemimpin adalah pertanyaan, "Bagaimana hubungan Anda dengan orang-orang yang Anda pimpin?" Kalau hubungannya positif, maka pemimpin itu telah siap untuk mengambil langkah-langkah berikutnya. Kedua, pemimpin harus membuat perubahan pribadi pada dirinya sendiri, sebelum meminta orang lain berubah. Para pemimpin sukses bukan hanya mengatakan apa yang harus dilakukan, mereka memperlihatkannya! Orang meniru apa yang mereka lihat dari sang pemimpin. Tujuan pemimpin menjadi tujuan mereka. Sebagai pemimpin anda harus melaporkan dan menyampaikan apa yang perlu anda laporkan, bukan apa yang sebaiknya dilaporkan. Lalu rangsanglah anggota organisasi anda untuk berani pula menyampaikan apa yang perlu anda dengar, bukan apa yang ingin anda dengar. Ketiga, perlihatkan kepada tim anda bagaimana perubahan itu sebenarnya akan sangat menguntungkan bagi mereka. Sebab perubahan yang sedang kita lakukan saat ini adalah jalan terbaik bagi seluruh pihak, demi masa depan semua orang, bukan bagi anda sebagai pimpinannya. Kepentingan orang banyak itulah yang harus didahulukan. Keempat, beri mereka andil kepemilikan atas perubahan itu. Kalau orang kurang ikut memiliki suatu gagasan, mereka biasanya menentangnya, bahkan seandainya pun gagasan itu sebetulnya untuk kepentingan mereka yang terbaik! Pemimpin yang bijaksana memungkinkan pengikut bisa memberikan masukan dan menjadi bagian dari proses perubahan (http://www.gsn-soeki.com/wouw/?koleksi-artikel).


Dari literatur kepemimpinan dapat kita ambil contoh pemimpin transformasional, yaitu pemimpin yang memiliki beberapa hal berikut:

Ø Enabling others to act – mendorong orang lain untuk mampu bertindak.

Ø Modeling the way – memberi arahan dan contoh dengan tindakan.

Ø Encouraging the hearts – memberi semangat kepada pengikut dengan pendekatan personal, menjadi pendengar yang baik, menggunakan emotional intelligence misal dengan berpartisipasi dalam kegiatan bersama yang melibatkan orang-orang yang dipimpinnya.

Ø Communication leadership - menggunakan keahlian komunikasi yang efektif yaitu dengan menjadi pendengar yang aktif, questioner, membangun good conversation.

Ø Charisma or idealized influence – memiliki integritas dan dengan karisma yang dimilikinya mampu memberi bayangan kepada pengikutnya akan masa depan dan good hope.

Ø Inspirational motivation – memiliki alasan dan harapan akan masa depan serta mampu memotivasi pengikutnya untuk menghadapi perubahan.

Leading in crisis membutuhkan pemimpin yang visioner dan memiliki integrasi tinggi selain karakteristik lainnya. Leading in crushes (seperti gambaran kondisi Negara kita saat ini?) tentunya membutuhkan pemimpin yang ekstra empati dan mampu menumbuhkan spirit dengan pendekatan transformasional.

Intinya, pemimpin mesti memiliki kepekaan yang tinggi untuk ‘membaca’ kondisi sekitarnya dan menyikapi perubahan (to act) dengan bijaksana untuk mencapai tujuan bersama demi kepentingan semua pihak, terutama rakyat, yang dengan sadar atau tidak telah menitipkan amanah kepada para pemimpin mereka.

Tahun Baru dan Kenangan Akhir Tahun

Selamat Tahun Baru 1 Muharam 1429 Hijriyah. Semoga Allah senantiasa melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua dan memudahkan segala urusan kita sehingga kualitas kehidupan kita menjadi jauh lebih baik. Amiin.

Menyambut tahun baru ini Echa sudah membuat 'Rencana Tahun 2008 Echa' plus advantages dan disadvantagesnya dari segi jasadiyah, ruhiyah, fikriyah, maisyah, de el el. Isinya berupa target tahun 2008 dengan 3 alternatif plan, in case ternyata Allah memilihkan skenario terbaiknya yang lain.

Sudahkah teman-teman membuat target untuk kebaikan di tahun ini?

Oh ya beberapa event penting luput untuk aq attach di flash back kemarin. Diantaranya acara mengambil rapor kaka Alifya tanggal 28 Desember 2007. Nih liputannya...

Acara dimulai jam 8 pagi (sebagaimana tertera di undangan pembagian rapor) namun acara rutin di rumah kami pagi itu ternyata baru selesai jam stengah 9. Alhasil baru berhasil sampai di ruang kelas kaka jam 9 lewat dikit. Ternyata sudah banyak ortu yang mengantri mengambil rapor. So demi keadilan, mama ikut menunggu antrian. Cukup lama juga hampir satu jam setengah baru dipanggil. Ibu-ibu kebanyakan curhat sih, jadi acara bagi rapornya lamaaa banget. Hhh...bagaimana ya nilai evaluasi hasil belajar kaka semester ini? Terus terang tadinya mama mentargetkan kaka Alifya harus masuk tiga besar dalam hal akademis di kelasnya. Ah tapi target tsb tidak adil mengingat mama juga kurang perhatian terhadap proses belajar kaka di rumah. Hanya mengandalkan alias tsiqoh pada bapak ibu guru kelas kaka aja. Ga adilkan? Yawda deh bagaimanapun hasilnya nanti asalkan kaka senang belajar dan tidak merasa sekolah jadi beban, yang penting nilainya bagus-bagus. Lho???

Ternyata nilai rapor kaka sangat memuaskan meski bukan peringkat pertama di kelasnya. Rata-rata nilai 8,9; selisih nol koma satu dengan peringkat pertama yang rata-ratanya 9,0. Atau total nilai 115,8 (tertinggi totalnya sekitar 118). Mayan khan. Apalagi mengingat kontribusi Ma kecil terhadap perolehan hasil ini (keterlaluan deh mama Echa). I’m really sorry my dear Alifya yang cantik dan sholehah...next time we’ll do it better okeh. Kemudian mendengar penuturan bapak ibu guru wali kelas kaka, Ma bener2 surprise. Kata blio2 kaka Alifya adalah anak yang paling mandiri dan ’rafifah’ banget di kelas. Suka berbagi, sering menjadi juru damai, senang mengajari teman-temannya, santun perilakunya. Ih pokoke such a nice and sweet little girl. Tapi kenapa yach kalo di rumah tuh seringnya ga kayak gitu. Apalagi kelakuannya terhadap adek2. Usil, bicara dengan nada sopran, pecicilan, de el el. Jangan-jangan kelakuan dirumah adalah ’demo style’nya dia karena ’caper’ ato apa yach. Trus dia juga sering protes kalo di’beritahu’ Ma. ’Mama gitu deh!’ Nah loh.....yawda foto dulu kaka Alifya, Aqeela dan kaka Bila.



Yang ini adalah saat-saat editing terakhir sebelum TA disubmit. Saat editing setengahnya diwarnai oleh interupsi2 kecil oleh tangan-tangan mungil our little princess. Ada Alifya yang selalu pengen melukis di komputer, Aqeela mo liat koleksi foto terus, Ayesha yang 'ngapain' aja asalkan dipangku mama.

Trus ditinggal sebentar khawatir tangannya terlalu kreatif maka Ma kasih liat gambar-gambar ajah. So, mulutnya ribut deh...’mama foto capa tuh Ma, ada Ayeca...papa Ludi...kaka tu Mah’. Sekalian aja qta yang foto bareng yuk de...say kueee

Jumpa lagi...dengan mama Echa disini


Ternyata perjumpaan kita tertunda lebih dari 2 minggu…molor jadi 1 bulan neh.

Yuk qta flash back kisah perjuangan mama Echa menyelesaikan TA kuliah (ga kapok koq, sumpe, asal ada yang mo nyekolahin lagi, aq jabanin…heheh)

Jadwal terakhir mengumpulkan draft tesis siap uji ternyata tanggal 19 Desember 2007. Tanggal 14 Desember kusempet2in berdua dengan Ayesha mudik 3 hari ke Lubuklinggau (Pa masih disana), atas permintaan suami loh, bukannya nyusul karena kangen (heheh biar papa gak ge-er, emang bener khan?). Balik ke Depok tanggal 17 Desember malam terpaksa lembur lagi menyelesaikan bab 5 dan 6. AlhamduliLlah wa syukur liiLlah meskipun dosen Pembimbing ga bisa ketemu tanggal 18 tapi pas tanggal 19 paginya Beliau berbaik hati (banget) mengACC draft tesis ‘kejar tayangku’ yang jauh dari memuaskan. Kasian deh gw. Kalo menuruti keinginan akan kesempurnaan mungkin belom siap karena belum ‘oke’ tuh tesis. Takutnya kan ditolak tim penguji alias kudu ’perbarui’ bukan sekedar ’perbaiki’. Tapi mengutip Leo F Buscaglia,’To hope is to risk pain. To try is to risk failure. But risk must be taken, because the greatest hazard in life is to risk nothing’. Istilahnya Papa, kalo qta take action selalu ada 2 kemungkinan; sukses atau tidak sukses, lulus atau tidak lulus, bisa melakukan atau tidak bisa, tapi kalo diam aja aka ga berbuat maka kemungkinannya cuma 1; tidak sukses, tidak lulus, the worst thing is tidak tahu sama sekali (akan hasilnya, apakah kita mampu atau tidak). Dari kampus FEUI kami segera ke sekretariat PSIM buat ngumpulin tepat waktu, maksudnya tepat banget pas dah jatuh tempo alias kalo sampe telat sehari aja kudu bayaran 1 semester lagi deh. Iih syerem.

Setelah itu…yuk qta potong qurban. Iya, aq emang dah niat qurban tahun ini meski hanya seekor kambing. Tanggal 20 kami baru beli kambingnya, trus bapak nitipin si embek nginap semalam di kandang kambing tetangganya, soale rencananya disembelih hari Jum’at ba’da Jum’atan. AlhamduliLlah acara sembelih menyembelih dan pemotongan daging plus pendistribusiannya lancar. Daging si embek juga ga terlalu ‘bau prengus’. So, jadi dong qta makan gulai en sop kambing ala Mamaku yang enuaaak. Besoknya qta nyate...sukses deh menaikkan tekanan darah. Untungnya aq emang darah rendah. Anak-anak juga doyan daging kambing karena papa mamanya suka beli sate kambing ’Pribumi’ Depok. Lucunya, pas acara menguliti dan memotong daging kambing, tiba-tiba Qeela teriak-teriak,”Mama Echa, kambingnya (udah ga ada kepalanya) goyang-goyang”, dengan mimik seurieus, trus lari masuk ke dalam rumah Mbah. Ya iya lah goyang say, wong kambingnya digantung dengan posisi kaki diatas. Duuuh. Sampe malam moment itu jadi anekdot tersendiri buat kami; mama, kaka Alifya, kaka Qeela dan Ayesha. Ada kambing goyang-goyang...hiii, ada kambing kepalanya doang...hiii (wajah pura-pura takut J trus ketawa-tawa deh).

Tanggal 24-25 Desember acaranya raker kantor. Capek, rapat-rapat nonstop 2 hari mulai jam 9 pagi sampe 10 malem. Mana peserta ibu2nya sempet2nya cerita yang ’serem-serem’. Echa sebenarnya sih ga takut, cuma males aja kalo temen sekamar pada pulang alias ga nginap. Aku tidur sendirian dong...ih males, mendingan balik ke rumah Gema tidur sama putri2ku tersayang. Btw tempat dinasku sekarang adalah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan membawahi sekolah Islam Terpadu mulai toddler sampai college (STKIP). Enaknya, kalo kalender akademik libur, ya qta di sekretariat ikut libur. Lumayan, ada hari libur buat revisi draft tesis dan bikin bahan presentasi sidang. Meskipun teteep aja belom sempat bikin bahan presentasi.

Tanggal 31 Desember sekretariat kampus telpon ngasih tau jadwal sidang dan dosen-dosen penguji. Aduuuh, aq dapet dosen yang belum pernah ngajar aq bahkan saat di S1 dulu. Mana guru besar lagi. Khan ga tau orang dan gayanya. Mudah-mudahan sih baik ngasih nilai dan engga ngasih pertanyaan yang aq ga bisa jawab. Suka nervous kalo kudu berhadapan orang-orang pinter, takut ketauan jedo’nya. Bener kata mas Arry Psim2005, sa’ ndhuwure langit isih ono langit (bener gak ya ejaan jawa’nya...aq wong jowo ora ’paham’ jowo). Bismillah aja...tawakaltu ’alaLlah. Brharap pertolongan Allah, kemarin2 juga begitu. AlhamduliLlah selalu bisa diandalkan.

Tanggal 3 Januari 2008 kami ke LM UI dan wisma Bisnis Indonesia nganter bahan sidang ke para penguji. Bukan maksud melambat-lambatkan tapi sekretariatnya juga baru ngeluarin surat undangan hari itu juga. Ktemu Prof Dr Kresnohadi AK, ketua penguji, dengan nasehat,”Sini saya beritahu, kamu nanti harus bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan..mengapa..mengapa dan mengapa...dari saya. Jangan sampai keliatan tidak menguasai atau diam saja pada saat sidang nanti. Bahan ini harus bisa kamu ’kunyah’ menjadi 2 atau maksimal 7 halaman saja”. Nah loh apa maksudnya tuh. Dibuat executive summary ataw bagaimana? Yah bapak...saya jadi deg-degan.

Tanggal 4 bikin bahan presentasi...kayaknya ga bisa jadi 7 halaman aja, ini aja udah 30 halaman power point masih ada 14 halaman (rumus-rumus dan penjabarannya) lagi di word-nya. Bingung ah. Mana kena flu dan udah 2 hari ini meler teruus. Sampe pening kepalaku karena pilek berat ini. Belum lagi anak-anak koq jadi nakal...kakak Alifya usilin adek-adek, adek Aqeela teriak-teriak kayak ’preman’, adek Ayesha jerit-jerit ngambek, bikin mama kesal dan hilang kesabaran ajah. Terpaksa kujewer-jewer dikit. Maafin ya...padahal udah dapat 2 asisten rumah, mungkin karena baru ’kenal’ jadi belum bisa ’deket’. Masih apa-apa ”sama mama aja”. Yawda daripada jadi mama galak disabar2in aja deh. Hiks mama kan lagi perlu waktu buat mama sendiri. I need a little ‘me time’. After this over, I promise to share most of my time for you all dear…so please give mom a break now (gaya ga tega).

Tanggal 5 lagi bete abis, pasalnya orang yang jadi makelar pesanan kaos pilkada di kampung si Papa nagih-nagih ke rumah karena sisa pembayaran kaos belum dilunasi. Yee…tagih aja langsung ke Papa. Kesal juga sama Papa bukannya dihandle masalahnya. Bukannya ga mau tau, tapi kondisi Ma disini sedang tidak memungkinkan. Mana lagi sakit. Buat peringatan nih, makanya think before order. Satu lagi, komunikasi itu penting. Rasanya qta kuraaang banget dalam hal komunikasi yang efektif. Kudu ikut kursus kali. Terakhir, sebagai orang terdekat dan terkasih selama ini, Pa, mungkin karena saking sibuknya, koq bisa-bisanya kurang care, at least kasih support kek, bagaimanapun caranya, buat mama yang panik menghadapi hari H. Tapi gpp meskipun biasanya aq akan bilang, ’Aq ga akan pernah lupa’, tapi demi kebaikan semua bagaimanapun caranya pasti akan berusaha untuk dilupakan. Ingatlah kebaikan-kebaikan kekasih niscaya Anda akan senantiasa cinta padanya. Wew..bener ga sih. Mengutip tulisan I Gede Prama, ’meminjam hasil kontemplasi orang suci, bila ada waktu merenung, renungkanlah kekurangan-kekurangan Anda. Jika ada waktu berbicara, bicarakanlah kelebihan-kelebihan orang lain’. Kali ini mungkin belum bisa, masih senang membesar-besarkan sedikit kekurangan orang dan menyedikitkan kelebihan orang (kurang bersyukur nih mama), mudah-mudahan esok jauh lebih baik. Amiin. Eniwei...thanx banget buat teman-teman yang inget untuk memberi motivasi kepadaku. Bu Elvi & ibu-ibu kru FIAD (our liqo give me a peaceful and meaningful life), bu Ira (kapan bagi-bagi dollarnya Bu?), mba Yuyun, mba Dewi indosat, Dewi disya, Endri, Zul, Riza psim, Arry ’sak ndhuwure’, Kamal samsung, Naniek, Melly, de el el (mohon maaf tidak disebutkan tapi tlah tercantum di hati loh). It means a lot for me. I won’t forget.

Tanggal 6 masih ga enak badan. Niat banyak-banyak berdoa tapi ternyata pas-pasan aja. Namun dengan sebanyak-banyaknya harapan. Yee ekonomi banget sih, modal sedikit mo dapet sebanyak-banyaknya. Jam 11 malem Papa Rudi nelpon (akhirnya...) ngasih support (buat istri tercinta, bunyi sms-nya kemudian, mudah2an tersambung dari hati suami tercinta) dan doa. Selamat menjalankan sidang dan semoga lulus. Kasian juga mbayangin dia berharap-harap kapan bisa melanjutkan master-nya di STIA LAN yang tersendat-sendat tinggal bikin TA. Keep up the spirit and let’s take action, jangan lembon-lembonan nunggu fasilitas (heheh easy to talk…njalaninnya…eh susah juga).

Tanggal 7, is it already 7? I’m nervous so help me God. Berangkat dari rumah jam 9 kurang seperempat. Sampe kampus jam 9 lewat 10 menit. Niatnya mo ketemu mba Yuyun dulu (mbakku ini ujian duluan, jam 9, setelah itu aq jam 10) tapi kayaknya dia udah mulai sidang. Yawda ’ngetem’ di perpus dulu deh sambil refresh yang mo disampaikan nanti. Lima belas menit sebelum jam 10, siap-siap ke ruang sidang. Eh, ada Prof Kresno di perpus,”Selamat pagi Pak...”. ”Eh, selamat pagi, apa kabar?” baik juga si Bapak dan sepertinya mood-nya lagi bagus. Bajunya aja cerah dan santai.”kabar baik Pak, kita nanti ketemuan jam 10 loh”. Iih koq yang keluar kalimatnya seperti itu sih. ”Mari pak....”(salah tingkah).

Jam 10 koq mba Yuyun blom slese ya (salah satu dosen penguji kami sama, jadi kalo mba Yuyun belum selesai aq belum bisa mulai sidang). Stengah 11,”Cha...!” waa mba lama banget sih...ngapain aja? Lulus khan? ”Belum tau, diminta keluar dulu...mo diputuskan sama tim penguji”. Lupa deh cerita-cerita mba Yuyun karena aq dah ga konsen yang lain. Heheh, nervous lagi. Trus ga lama mba Yuyun diminta ke ruang sidang lagi untuk menerima keputusan. Alhamdulillah Cha, lulus, begitu katanya kemudian. Jreng, tibalah saatnya aq dipanggil ke ruang sidang (enak jadi mas Syarif sekretariat nih, manggil-manggil doang ga ada beban). Bismillah...

”Nah, saudara (nyebut namaku), silahkan Anda mulai, atau Anda ingin berdo’a dulu, boleh...”Prof Kresno membuka sidang. Ya, ya, berdo’a dulu Cha...(dalam hati) lalu kata pembuka,”Yth guru besar kami bapak Prof Dr Kresnohadi Ariyoto Karnen, yth guru kami ibu Rofiqoh Rohim PhD, guru dan pembimbing kami bapak Bambang Hermanto PhD. Mudah-mudahan hari ini bapak dan ibu dalam kondisi sehat, sejahtera dan ’in a good mood’’ jadi bapak ibu engga nanya yang susah-susah (senyum-senyum penuh harap). Em...lalu mulailah aq menyampaikan tesis ’kejar tayang’ itu. Kemudian langsung diselingi pertanyaan, pernyataan, masukan, pencerahan....banyak banget deh. Tapi karena tim pengujinya baik-baik banget dan yang dikritisi juga sebenernya sebagian dah aq lakukan (hanya memang karena ’kurang pengalaman menulis ilmiah’ maka banyak referensi yang luput dicantumkan) maka rasanya bebanku lumayan berkurang saat mengajukan jawaban atau argumentasi. Apalagi bu Rofiqoh teliti banget deh, maklum peneliti dan praktisi media cetak. Wew...kebayang kan? Asyiknya ternyata data-data yang di aq belum update katanya bisa minta dari blio ini nanti. Kalo prof Kresno blio lebih menekankan ’conceptual framework’, asumsi-asumsi, teori-teori yang digunakan, kaitan antar teori, kesesuaian isi seluruh bab dan kaitannya dengan bab-bab berikutnya. Greget isi tesis dan kontribusi bagi ilmu pengetahuan juga blio tekankan. Hhh bapak...jangan susah-susah dong, saya kan bukan mahasiswa S3. Kalo pak Bambang lebih banyak memberikan pencerahan akan apa-apa yang diharapkan menjadi revisi bagi tesis aq dari seluruh tim penguji. Pokoke konsolidator banget deh. Bener gak ya istilah tersebut. Akhirnya, berlalulah waktu satu jam. Dan tim penguji merasa ’enough is enough’ (mudah-mudahan bukan ’eneg deh ’eneg) nguji tesis anak ini (kira-kira gitu kali ye dalam hati mereka). Para guru mempersilahkan diriku menunggu di luar (sempet-sempetnya kuambil dan bawa keluar snack yang disediakan...laper).

Tidak sampai lima menit kemudian aq dipanggil masuk kembali. Lalu...,”....berdasarkan hasil pembicaraan (atau ’rembugan’? aku lupa kata-kata prof Kresno) kami tim penguji, karena tesis ini memerlukan perbaikan-perbaikan yang kami rasa ’minor’, maka kami sepakat untuk meLULUSkan saudara....”, Prof koq suaranya pelan sih...subhanaLlah, alhamduliLlah. ”Terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak ibu guru....”. Akhirnya....kejar tayang deh tanggal 2 Februari 2008 nanti (wisuda kedua di Balairung UI Depok). Foto dulu ah bapak ibu...buat dokumentasi blog neh.

Legaaa......liat aja ekspresi Para Guru kami….. apalagi ekspresi saya…big smile!

Jangan lupa kejar revisi tesis untuk segera diserahkan ke sekretariat diberi waktu 3 minggu. Heheh bakal ngerepotin pak Bambang lagi nih. Tolong ya Pak...

Akhirnya, satu lagi penggalan kehidupan kulewati. Pelajaran yang kuambil saat itu adalah, bertambahnya usia kita harus menjadikan kita lebih dewasa berpikir apalagi bertindak. Dan ternyata, seperti halnya sabar dan sholat, maka kebutuhan menuntut ilmu serta semangat pembelajar dalam kehidupan haruslah mengalir dalam darah kita (dan anak-anak kita) sehingga pasti menjadi penolong kita dalam mengarungi perjalanan hidup ini.

Terima kasih yang sebesar-besarnya saya haturkan kepada keluarga, bos, teman-teman dan semua pihak yang membantu saya dan memberikan ’amal kebaikan’ baik berupa data, literatur, referensi, semangat, bahkan dukungan finansial. It’s such a great help and I thank you very much. I won’t forget.